Mengungkap Kisah Raden Ayu Tan Peng Nio: Sang Pendekar Wanita Legendaris dari Kebumen

Daftar Isi

"Kisah heroik Raden Ayu Tan Peng Nio, pendekar wanita legendaris Kebumen yang berjuang melawan penjajah."

Di tengah hamparan sawah yang menghijau di Kebumen, Jawa Tengah, berdiri sebuah gapura dengan arsitektur Tionghoa yang menawan. Ini bukan sekadar gapura biasa, melainkan pintu masuk menuju kisah heroik Raden Ayu Tan Peng Nio, sang pendekar wanita keturunan Tionghoa yang menyamar menjadi prajurit laki-laki untuk memperjuangkan keadilan dan kebebasan.

Raden Ayu Tan Peng Nio: Mulan van Java

Raden Ayu Tan Peng Nio, yang juga dikenal sebagai "Mulan van Java", adalah sosok pejuang yang tangguh dan pemberani. Anak dari Jenderal Tan Wan Swee, ia terpaksa mengambil alih tongkat estafet perjuangan setelah ayahnya gagal dalam pemberontakan terhadap Kaisar Qian Long dari Dinasti Qing. 

Bersama sahabat ayahnya, Lia Beeng Goe, Tan Peng Nio melarikan diri dari kejaran pemerintah Qing, berpindah dari Singapura hingga akhirnya menetap di Sunda Kelapa, yang kini dikenal sebagai Jakarta.

Geger Pecinan: Pertempuran Melawan Penjajah

Pada tahun 1741, Tan Peng Nio terlibat dalam peristiwa berdarah yang dikenal sebagai Geger Pecinan⁹. Pembantaian etnis Tionghoa oleh tentara VOC menjadi titik tolak bagi Tan Peng Nio untuk mengambil bagian dalam perjuangan melawan penjajah. 

Bersama Lia Beeng Goe, akhirnya mereka mengungsi ke arah timur dan bertemu dengan Kiai Honggoyudho, seorang ahli senjata di Kutowinangun, Kebumen.

Perang Kuning dan Perjanjian Giyanti

Selama 16 tahun berikutnya, Tan Peng Nio berjuang dalam Perang Kuning, sebuah konflik yang berkecamuk antara pasukan lokal dan VOC. Dengan keberanian dan keterampilan bela diri yang dimilikinya, Tan Peng Nio menyamar sebagai prajurit laki-laki dan bergabung dengan 200 tentara bentukan KRAT Kolopaking II untuk mendukung pasukan Pangeran Garendi. Konflik ini berakhir dengan penandatanganan Perjanjian Giyanti, yang memecah Kerajaan Mataram menjadi dua 

Warisan dan Penghormatan

Setelah perang, Tan Peng Nio menikah dengan KRT Kolopaking III dan menetap di Kutowinangun, Kebumen, di mana mereka dikaruniai dua anak. Hingga akhir hayatnya, Tan Peng Nio tetap di Kebumen dan dikebumikan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Alian. Makamnya, yang dibangun dengan gaya Tionghoa, menjadi saksi bisu atas keberanian dan pengorbanan seorang wanita yang tak kenal lelah berjuang untuk tanah airnya.

Hari ini, makam Raden Ayu Tan Peng Nio tidak hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir sang pendekar, tetapi juga simbol perjuangan dan persatuan, sering dikunjungi oleh para peziarah yang ingin mengenang dan menghormati jasa-jasanya. Kisahnya, yang terukir dalam sejarah, menginspirasi banyak orang dan menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Indonesia.

Posting Komentar