Hukum Menjawab Salam dari Non-Muslim Menurut Pandangan Ulama

Jawaban Islam terhadap Salam Non-Muslim: Pandangan dan Alternatif. Pelajari hukumnya dan cara menjawabnya. #Islam #SalamNonMuslim.

Sebagaimana kita maklumi, bahwa kondisi masyarakat semakin majemuk dan heterogen. Dalam sebuah perkumpulan kita berinteraksi dengan saudara sebangsa dan setanah air, atau lintas negara dengan lintas agama. Masalahnya mereka kerap mengawali pertemuan atau membuka forum dengan salam untuk menghormati umat Islam. Apakah kita harus menjawab salam mereka, yang hal ini tampaknya sudah lazim sekali di masyarakat kita.

Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk menebar salam karena mengandung doa kesejahteraan dan kedamaian.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تدخلوا الجنة حتى تؤمنوا ولا تؤمنوا حتى تحابوا أولا أدلكم على شئ إذا فعلتموه تحاببتم ؟ أفشوا السلام بينكم

Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai. Mau kah kalian aku tunjuki sebuah amal yang bila dilaksanakan membuat kalian saling mencintai? Tebarkanlah salam,’” (HR Muslim).

Lalu bagaimana dengan salam terhadap non-Muslim?

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai agama. Dalam beberapa kesempatan, mereka mengucapkan salam kepada kita sebagai bentuk penghormatan. Sebagai umat Islam, apakah kita wajib menjawab salam mereka?

Ulama Mazhab Syafi'i berbeda pendapat soal hukum menjawab salam non-Muslim. Mayoritas ulama berpendapat bahwa menjawab salam non-Muslim hukumnya boleh, tetapi hanya dengan lafal "wa'alaikum". Sedangkan sebagian ulama berpendapat bahwa menjawab salam non-Muslim hukumnya makruh. Masalah ini pernah dibahas oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Azkar yang mengangkat perbedaan pandangan ulama tersebut.

وأما أهل الذمة فاختلف أصحابنا فيهم، فقطع الأكثرون بأنه لا يجوز ابتداؤهم بالسلام، وقال آخرون ليس هو بحرام، بل هو مكروه، فإن سلموا هم على مسلم قال في الرد وعليكم، ولا يزيد على هذا

Artinya, “Adapun perihal non-Muslim, ulama kami berbeda pendapat. Mayoritas ulama kami memutuskan bahwa memulai salam kepada non-Muslim tidak boleh. Tetapi sebagian ulama menyatakan hal itu tidak haram, tetapi makruh. Tetapi ketika mereka memulai salam kepada Muslim, maka cukup dijawab ‘Wa ‘alaikum’ dan tidak lebih dari itu,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 216).

Imam Al-Mawardi sebagaimana dikutip oleh Imam An-Nawawi membolehkan lafal “wa ‘alaikum salam” tanpa “wa rahmatullāh” sebagai jawaban salam non-Muslim. Tetapi pandangan ini sangat lemah. Pandangan ini, kata Imam Nawawi, bertentangan secara umum dengan hadits riwayat Bukhari dan Muslim berikut ini.

وروينا في صحيحي البخاري ومسلم عن أنس رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم  إذا سلم عليكم أهل الكتاب فقولوا وعليكم

Artinya, “Diriwayatkan di Shahih Bukhari dan Muslim dari Anas RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Jika ahli kitab mengucap salam kepadamu, maka jawablah ‘wa ‘alaikum,’’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 217).

Sementara Abu Said menawarkan lafal lain yang dapat digunakan sebagai jawaban atas salam non-Muslim. Sejauh ada hajat tertentu seperti menghormati non-Muslim yang mengawali pertemuan dengan salam, maka lafal-lafal tawaran Abu Said dapat digunakan sebagai alternatif.

قال أبو سعد لو أراد تحية ذمي، فعلها بغير السلام، بأن يقول هداك الله أو أنعم الله صباحك. قلت هذا الذي قاله أبو سعد لا بأس به إذا احتاج إليه، فيقول صبحت بالخير أو السعادة أو بالعافية أو صبحك الله بالسرور أو بالسعادة والنعمة أو بالمسرة أو ما أشبه ذلك. وأما إذا لم يحتج إليه فالاختيار أن لا يقول شيئا

Artinya, “Abu Said berkata, kalau seorang Muslim ingin menghormati non-Muslim, maka ia dapat menghormatinya dengan kalimat selain salam, yaitu dengan kalimat ‘hadākallāhu (semoga Allah memberi petunjuk padamu)’, ‘An‘amallāhu shabāhaka (semoga Allah membuat pagimu indah).’ Menurut saya (kata Imam An-Nawawi), pendapat Abu Said itu tidak masalah jika ada keperluan di mana seseorang menjawab, ‘Semoga pagimu ini baik, bahagia, atau sehat’, ‘Semoga Allah membuat pagimu bahagia, gembira, dalam nikmat, dalam kesenangan, atau serupa itu.’ Tetapi jika tidak diperlukan, maka sebaiknya tidak menjawab apa pun,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 217).

Sejumlah pandangan ulama ini demikian adanya dengan asumsi bahwa salam yang diucapkan itu diniatkan sebagai doa yang tidak lain adalah ibadah dan karenanya bersifat sakral. Tetapi kita dapat menggunakan lafal “wa ‘alaikum salam” sebagai jawaban salam non-Muslim dengan niat bukan sebagai doa, tetapi diniatkan sapaan pergaulan dan karenanya bersifat profan.

Kesimpulannya, kita dapat meminjam lafal “wa ‘alaikum salam” yang menjadi jawaban untuk salam non-Muslim tanpa meniatkannya sebagai doa sehingga bersifat profan, tidak meniatkannya sebagai doa sebagaimana salam yang diamalkan umat Islam pada umumnya yang bersifat sakral. Peminjaman lafal ini dalam istilah kajian balaghah disebut sebagai iqtibas.

Semoga artikel ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi Anda. Jika Anda memiliki pertanyaan atau tanggapan, silakan tinggalkan komentar di bawah ini.

Sumber: www.nu.or.id