Mengenal Pendapat Banyak Ulama Tentang Bid'ah Hasanah dalam Perayaan Maulid Nabi

Daftar Isi

Apakah Anda ingin mengetahui hukum memperingati maulid nabi menurut Islam? Artikel ini mengulas pendapat beberapa ulama terkemuka tentang maulid nabi, seperti al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani, al-Hafizh Syamsuddin bin al-Jazari, al-Hafizh Syamsuddin bin Nashiruddin ad-Dimasyqi, dan Syekh Dr. Yusuf al-Qaradhawi. 

Anda akan menemukan berbagai hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik dari sejarah dan risalah Rasulullah Saw. Baca artikel ini dan temukan jawabannya!

Maulid nabi adalah salah satu peristiwa yang banyak dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia. Namun, tidak sedikit pula yang menganggap bahwa maulid nabi adalah bid'ah, yaitu perbuatan baru yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Lalu, bagaimana sebenarnya hukum maulid nabi menurut ulama?

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani: Maulid Nabi adalah Bid'ah Hasanah

Salah satu ulama yang memberikan pendapat tentang maulid nabi adalah al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani, seorang ahli hadits yang terkenal dengan kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari. Beliau ditanya tentang hukum maulid nabi, dan beliau menjawab bahwa asalnya maulid nabi adalah bid'ah, karena tidak ada riwayat dari generasi salaf (tiga abad pertama Islam) yang melakukannya. 

وقد سئل شيخ الإسلام حافظ العصر أبو الفضل بن حجر عن عمل المولد فأجاب بما نصه: أصل عمل المولد بدعة لم تنقل عن أحد من السلف الصالح من القرون الثلاثة ولكنها مع ذلك قد اشتملت على محاسن وضدها فمن تحرى في عملها المحاسن وتجنب ضدها كان بدعة حسنة وإلا فلا قال وقد ظهر لي تخريجها على أصل ثابت وهو ما ثبت في الصحيحين من أن النبي صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم فقالوا هو يوم أغرق الله فيه فرعون ونجى موسى فنحن نصومه شكرا لله تعالى فيستفاد منه فعل الشكر لله على ما من به في يوم معين من إسداء نعمة أو دفع نقمة ويعاد ذلك في نظير ذلك اليوم من كل سنة والشكر لله يحصل بأنواع العبادة كالسجود والصيام والصدقة والتلاوة وأي نعمة أعظم من النعمة ببروز هذا النبي نبي الرحمة في ذلك اليوم_ الكتاب : الحاوي للفتاوي للسيوطي

Syaikhul Islam Hafizh al-‘Ashr Abu al-Fadhl Ibnu Hajar ditanya tentang maulid nabi. Beliau menjawab:

Asal perbuatan malid adalah bid’ah. Tidak ada riwayat dari seorang pun dari kalangan Salafushaleh dari tiga abad pertama tentang itu. Akan tetapi maulid mengandung banyak kebaikan dan lawannya. Siapa yang mencari kebaikan dan menghindari lawannya, maka itu adalah bid’ah hasanah. Jika tidak, maka tidak dapat dianggap bid’ah hasanah. Terlihat jelas bagi saya mengeluarkan hukumnya dari dasar yang kuat, yaitu hadits yang disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, bahwa Rasulullah Saw ketika tiba di Madinah, ia dapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Ia bertanya kepada mereka, mereka menjawab, bahwa itu adalah hari Allah menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Musa. Maka kami berpuasa bersyukur kepada Allah”. Maka dapat diambil pelajaran dari itu bahwa bersyukur kepada Allah pada hari tertentu disebabkan mendapat nikmat atau ditolaknya bala, itu dapat dijadikan perbandingan. Pada hari itu setiap tahun. Syukur kepada Allah dapat diungkapkan dengan berbagai jenis ibadah seperti sujud, berpuasa, sedekah dan membaca al-Qur’an. Adakah nikmat yang lebih besar daripada nikmat dimunculkannya nabi ini, nabi rahmat pada hari itu?

Akan tetapi, beliau juga mengatakan bahwa maulid nabi mengandung banyak kebaikan dan keburukan, tergantung pada niat dan cara pelaksanaannya. Jika seseorang mencari kebaikan dan menghindari keburukan dalam maulid nabi, maka itu adalah bid'ah hasanah (bid'ah yang baik).

Beliau juga memberikan dalil dari hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah Saw ketika datang ke Madinah, ia mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari 'Asyura (10 Muharram). Ketika ditanya, mereka menjelaskan bahwa itu adalah hari Allah menenggelamkan Fir'aun dan menyelamatkan Musa as. Maka Rasulullah Saw bersabda, "Kami lebih berhak dengan Musa daripada kalian". Lalu beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa juga.

Dari hadits ini, al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani menyimpulkan bahwa boleh melakukan ibadah syukur kepada Allah pada hari tertentu karena mendapatkan nikmat atau terhindar dari bala. Dan tidak ada nikmat yang lebih besar daripada nikmat kelahiran Rasulullah Saw, nabi rahmat bagi seluruh alam. Oleh karena itu, boleh merayakan maulid nabi dengan berbagai bentuk ibadah seperti sujud, puasa, sedekah, atau membaca al-Qur'an.

Al-Hafizh Syamsuddin bin al-Jazari: Maulid Nabi sebagai Bukti Cinta kepada Rasulullah Saw

Selain al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani, ada juga ulama lain yang memberikan pendapat tentang maulid nabi, yaitu al-Hafizh Syamsuddin bin al-Jazari, seorang imam dalam bidang qira'at (ilmu bacaan al-Qur'an). Beliau menulis sebuah kitab yang berjudul 'Urf at-Ta'rif bi al-Maulid asy-Syarif, yang membahas tentang maulid nabi secara lengkap.

إمام القراء الحافظ شمس الدين بن الجزري قال في كتابه المسمى عرف التعريف بالمولد الشريف ما نصه قد رؤى أبو لهب بعد موته في النوم فقيل له ما حالك فقال في النار إلا أنه يخفف عني كل ليلة اثنين وأمص من بين أصبعي ماء بقدر هذا- وأشار لرأس أصبعه- وأن ذلك بإعتاقي لثويبة عندما بشرتني بولادة النبي صلى الله عليه وسلم وبإرضاعها له. فإذا كان أبو لهب الكافر الذي نزل القرآن بذمه جوزي في النار بفرحه ليلة مولد النبي صلى اله عليه وسلم به فما حال المسلم الموحد من أمة النبي صلى اله عليه وسلم يسر بمولده ويبذل ما تصل إليه قدرته في محبته صلى الله عليه وسلم لعمري إنما يكون جزاؤه من الله الكريم أن يدخله بفضله جنات النعيم._ الكتاب : الحاوي للفتاوي للسيوطي

Imam para ahli Qira’at, al-Hafizh Syamsuddin bin al-Jazari, ia berkata dalam kitab ‘Urf at-Ta’rif bi al-Maulid asy-Syarif, teksnya:

“Abu Lahab diperlihatkan di dalam mimpi setelah ia mati, ditanyakan kepadanya, “Bagaimana keadaanmu?”. Ia menjawab, “Di dalam neraka, hanya saja azabku diringankan setiap malam Senin. Aku menghisap air diantara jari jemariku sekadar ini – ia menunjuk induk jarinya-. Itu aku dapatkan karena aku memerdekakan Tsuwaibah ketika ia memberikan kabar gembira kepadaku tentang kelahiran Muhammad dan ia menyusukan Muhammad”.

Jika Abu Lahab yang kafir, kecamannya disebutkan dalam al-Qur’an, ia diberi balasan di dalam neraka karena kelahiran nabi Muhammad dan apa yang telah ia berikan karena sayangnya kepada nabi Muhammad. Maka demi usiaku, balasan bagi orang yang bahagia dengan kelahiran nabi Muhammad Saw adalah memasukkannya ke dalam surga.

Al-Hafizh Syamsuddin bin Nashiruddin ad-Dimasyqi: Maulid Nabi sebagai Sarana Mendekatkan Diri kepada Allah Swt

Ada juga ulama yang memiliki pendapat serupa dengan al-Hafizh Syamsuddin bin al-Jazari, yaitu al-Hafizh Syamsuddin bin Nashiruddin ad-Dimasyqi, seorang ahli hadits dan fiqih. Beliau menulis sebuah kitab yang berjudul Mawrid ash-Shadi fi Maulid al-Hadi, yang juga membahas tentang maulid nabi.

Dalam kitabnya, beliau menguatkan riwayat tentang Abu Lahab dan Tsuwaibah yang telah disebutkan sebelumnya. Beliau juga menambahkan syair lain untuk menunjukkan bahwa maulid nabi adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mengharapkan rahmat-Nya:

Jika seorang kafir yang telah dikecam * Kekal di dalam neraka Jahim

Diriwayatkan bahwa setiap hari Senin * Diringankan azabnya karena senang atas kelahirannya

Bagaimanakah prasangka terhadap hamba yang seumur hidupnya *

Bahagia dengan kedatangan Ahmad dan mati dalam keadaan bertauhid?!

Terima kasih telah melanjutkan tulisan artikel Anda. Saya akan mencoba menulis ulang bagian ketiga artikel yang Anda berikan dengan judul dan sub judul yang berbeda, tetapi masih menjaga isi dan maknanya. Berikut adalah hasil tulisan saya:

Syekh Dr. Yusuf al-Qaradhawi: Maulid Nabi sebagai Cara Menghidupkan Sejarah dan Risalah Rasulullah Saw

Di antara ulama yang memberikan pandangan tentang maulid nabi adalah Syekh Dr. Yusuf al-Qaradhawi, seorang ulama kontemporer yang juga menjabat sebagai ketua Persatuan Ulama Dunia. Beliau dimintai pendapat oleh salah seorang pembaca di situs webnya, yang bertanya tentang hukum dan kewajiban kita terkait dengan maulid nabi.

Dalam jawabannya, Syekh Dr. Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan bahwa maulid nabi bukanlah sesuatu yang dilakukan oleh generasi sahabat, karena mereka masih hidup bersama dengan Rasulullah Saw dan menyaksikan langsung peristiwa-peristiwa sejarahnya. Mereka selalu mengingat dan menceritakan kisah-kisah Rasulullah Saw kepada anak-anak mereka, sebagaimana mereka menghafal ayat-ayat al-Qur'an.

Namun, ketika zaman berubah dan manusia mulai lupa akan sejarah dan risalah Rasulullah Saw, maka perlu ada cara untuk menghidupkan kembali makna-makna yang telah mati dan mengingatkan peninggalan-peninggalan yang telah terlupakan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperingati maulid nabi, yaitu mengenang hari kelahiran Rasulullah Saw yang merupakan awal dari datangnya Islam.

Syekh Dr. Yusuf al-Qaradhawi menegaskan bahwa tujuan dari memperingati maulid nabi adalah untuk mengikatkan kembali kaum muslimin dengan Islam, dengan sejarah dan risalah Rasulullah Saw, agar mereka menjadikannya sebagai suri tauladan dan contoh dalam kehidupan mereka. Dengan demikian, mereka dapat belajar dari pelajaran-pelajaran yang terkandung dalam peristiwa-peristiwa sejarah Rasulullah Saw, seperti hijrah, jihad, tawakkal, sabar, syukur, dan lain-lain.

Syekh Dr. Yusuf al-Qaradhawi juga menyadari bahwa ada beberapa bentuk bid'ah yang terjadi dalam peringatan maulid nabi, seperti berlebih-lebihan, menyimpang dari syariat, atau mencampurkan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan maulid nabi. Beliau menolak hal-hal tersebut dan tidak menganggapnya sebagai bagian dari maulid nabi. Beliau hanya mengakui peringatan maulid nabi yang sesuai dengan syariat dan bermanfaat bagi umat. Wallahu a'lam..

Sumber: Web Syekh Yusuf al-Qaradhawi, Al-Hawi lil Fatawi karya as-Suyuthi

Posting Komentar