Penjelasan mendalam tentang klaim keliru mengenai tahlilan yang dianggap haram oleh beberapa pihak, berdasarkan kajian ulama Ahlussunah.
![]() |
Acara tahlil di desa lajer, Ambal, Kebumen, Jawa Tengah |
Ijma' Ulama dalam Kitab Al-Ijma'
Kitab Al-Ijma' yang disusun oleh Imam Ibnu Al-Mundzir adalah salah satu rujukan penting dalam Islam terkait konsensus para ulama. Kitab ini memuat kesepakatan hukum sejak masa sahabat hingga masa ijtihad ulama, mencakup perkara wajib hingga haram. Namun, tidak ditemukan dalam kitab ini klaim bahwa tahlilan diharamkan sejak masa awal Islam hingga kini.
Pada Bab Jenazah, terdapat delapan poin ijma' ulama yang dicatat dalam kitab tersebut, tetapi tidak satu pun yang menyatakan pengharaman tahlilan. Oleh karena itu, klaim bahwa tahlilan haram bukanlah perkara ijma', melainkan masuk dalam ranah khilafiyah atau perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Asal Klaim Haramnya Tahlilan
Beberapa pihak, terutama dari kalangan tertentu, sering mengklaim bahwa tahlilan adalah haram dengan dalih ijma' ulama. Namun, klaim ini tidak berdasar. Mari kita buktikan kesalahan klaim ini melalui dua alasan utama yang sering dikemukakan:
- Masalah kirim pahala Al-Qur'an.
- Acara perkumpulan di rumah duka.
Pembahasan berikut akan menjelaskan alasan pertama, yaitu soal kirim pahala Al-Qur'an.
Pendapat Ulama tentang Kirim Pahala Al-Qur'an
Dalam tradisi tahlilan, salah satu amalan utama adalah membaca Al-Qur'an dan menghadiahkan pahalanya untuk almarhum. Pendapat ulama terkait hal ini sangat jelas, bahkan dari kalangan yang sering dijadikan rujukan oleh pihak yang menentang tahlilan.
1. Pendapat Syekh Utsaimin
القول الثاني: أنه ينتفع بذلك وأنه يجوز للإنسان أن يقرأ القرآن بنية أنه لفلان أو فلانة من المسلمين، سواء كان قريبا أو غير قريب.
Pendapat kedua: Mayit menerima manfaat dari bacaan Al-Qur'an, dan seseorang boleh membaca Al-Qur'an dengan niat menghadiahkan pahalanya kepada seorang muslim, baik kerabat maupun bukan kerabat.
TARJIH Syekh Utsaimin:
ﻭاﻟﺮاﺟﺢ: اﻟﻘﻮﻝ اﻟﺜﺎﻧﻲ ﻷﻧﻪ ﻭﺭﺩ ﻓﻲ ﺟﻨﺲ اﻟﻌﺒﺎﺩاﺕ ﺟﻮاﺯ ﺻﺮﻓﻬﺎ ﻟﻠﻤﻴﺖ
Menurut Syekh Utsaimin, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat kedua karena terdapat dalil sahih yang mendukungnya. (Majmu' Fatawa Wa Rasail 2/305-306)
2. Pendapat Syekh Albani
Syekh Albani, yang kerap dijadikan rujukan oleh para pengikutnya di Indonesia, terutama dalam bidang hadis dan sejumlah fatwa fikih, ternyata memiliki pandangan tersendiri mengenai kirim pahala Al-Qur'an:
وَخُلَاصَةُ ذَلِكَ أَنَّ لِلْوَلَدِ أَنْ يَتَصَدَّقَ وَيَصُوْمَ وَيَحُجَّ وَيَعْتَمِرَ وَيَقْرَأَ الْقُرْآنَ عَنْ وَالِدَيْهِ لِأَنَّهُ مِنْ سَعْيِهِمَا ، وَلَيْسَ لَهُ ذَلِكَ عَنْ غَيْرِهِمَا إِلَّا مَا خَصَّهُ الدَّلِيْلُ مِمَّا سَبَقَتِ الْإِشَارَةُ إِلَيْهِ . و الله أعلم . (السلسلة الصحيحة - ج 1 / ص 483).
Kesimpulannya, seorang anak boleh bersedekah, berpuasa, berhaji, berumrah, dan membaca Al-Qur'an untuk kedua orang tuanya karena anak adalah hasil usaha mereka.
Dalam kitab Al-Silsilah Al-Sahihah, Syekh Albani telah menegaskan bahwa anak dapat menghadiahkan pahala amal untuk orang tuanya. (Al-Silsilah Al-Sahihah 1/483)
3. Pendapat Syekh Ibnu Taimiyah
Pembacaan tahlil dan dzikir lain yang dihadiahkan kepada orang yang telah wafat memiliki landasan yang kuat. Salah satu ulama besar yang menjadi panutan kelompok Salafi, yaitu Ibnu Taimiyah, pernah memberikan fatwa mengenai hal ini.
Beliau pernah ditanya tentang apakah bacaan keluarga mayit, seperti tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir, jika dihadiahkan kepada mayit, pahalanya bisa sampai atau tidak.
ﻭﺳﺌﻞ: ﻋﻦ ﻗﺮاءﺓ ﺃﻫﻞ اﻟﻤﻴﺖ ﺗﺼﻞ ﺇﻟﻴﻪ؟ ﻭاﻟﺘﺴﺒﻴﺢ ﻭاﻟﺘﺤﻤﻴﺪ ﻭاﻟﺘﻬﻠﻴﻞ ﻭاﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﺇﺫا ﺃﻫﺪاﻩ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﻴﺖ ﻳﺼﻞ ﺇﻟﻴﻪ ﺛﻮاﺑﻬﺎ ﺃﻡ ﻻ؟
Ibnu Taimiyah ditanya: Apakah bacaan keluarga mayit, seperti tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir, yang dihadiahkan kepada mayit dapat sampai pahalanya atau tidak?
Dalam jawabannya, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa pahala dari bacaan keluarga tersebut memang bisa sampai kepada mayit. Tidak hanya tasbih dan takbir, tetapi seluruh bentuk dzikir yang dilakukan atas nama Allah, jika dihadiahkan kepada mayit, akan sampai pahalanya kepada mereka.
ﻓﺄﺟﺎﺏ: ﻳﺼﻞ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﻴﺖ ﻗﺮاءﺓ ﺃﻫﻠﻪ ﻭﺗﺴﺒﻴﺤﻬﻢ ﻭﺗﻜﺒﻴﺮﻫﻢ ﻭﺳﺎﺋﺮ ﺫﻛﺮﻫﻢ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺇﺫا ﺃﻫﺪﻭﻩ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﻴﺖ ﻭﺻﻞ ﺇﻟﻴﻪ ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ.
Beliau menjawab: Bacaan keluarga mereka, baik tasbih, takbir, maupun dzikir lain yang dilakukan karena Allah, jika dihadiahkan kepada mayit, maka pahalanya akan sampai kepada mereka. Wallahu A’lam. (Majmu’ Fatawa 24/324)
Jika ada klaim dari kelompok tertentu bahwa tahlil dan kirim pahala tidak diterima oleh almarhum, maka hal ini jelas bertentangan dengan pendapat para ulama besar, termasuk yang menjadi rujukan utama mereka seperti Ibnu Taimiyah.
Berdasarkan argumen ini, apakah Syekh Utsaimin, Syekh Albani, bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bisa dianggap bukan bagian dari Ahlussunah hanya karena mendukung praktik ini? Tentu pertanyaan ini menjadi ironi yang harus dijawab dengan fakta dan dalil yang jelas.
Kesimpulan
Klaim bahwa tahlilan haram dan tidak sampai pahalanya kepada mayit terbukti tidak memiliki dasar yang kuat. Pendapat ulama seperti Syekh Utsaimin, Syekh Albani, dan Syekh Ibnu Taimiyah mendukung tradisi kirim pahala, termasuk melalui bacaan Al-Qur'an.
Oleh karena itu, klaim pengharaman tahlilan adalah sebuah kesalahan interpretasi atau bahkan kebohongan atas nama ijma' ulama. Wallahu a'lam..
Posting Komentar