Dalam masa dakwah Nabi Musa AS, Bani Israil diuji oleh keberadaan patung berhala sapi yang mampu berbicara. Patung tersebut dibuat oleh seorang bernama Samiri, yang menggunakan perhiasan emas dan tanah pijakan kuda untuk menciptakan patung tersebut.
![]() |
ilustrasi: Patung anak sapi. Foto: Getty |
Menurut Ibnu Katsir dalam bukunya Qashash Al-Anbiya, Samiri merupakan orang yang sengaja memanfaatkan keinginan Bani Israil untuk menyembah berhala. Dengan menggunakan keterampilannya dalam menciptakan patung dan ilusi suara sapi, Samiri berhasil menipu banyak orang dan membuat mereka tersesat dari jalan yang benar.
Samiri, pembuat patung berbentuk anak sapi dari perhiasan emas, mengambil inspirasi dari bekas tapak kuda Malaikat Jibril yang turut membantu Musa AS menenggelamkan Firaun di Laut Merah. Dalam keinginannya untuk mengecoh keimanan Bani Israil, Samiri memasukkan tanah pijakan kuda tersebut ke dalam tubuh berhala buatannya.
Dengan begitu, patung anak sapi ciptaannya mampu mengeluarkan suara dan bahkan terlihat seperti hewan asli dengan keluarnya darah dari tubuhnya. Namun, tindakan Samiri tersebut justru membuatnya menjadi termasuk dalam kelompok orang-orang yang kafir dan melakukan dosa besar.
Banyak dari Bani Israil merasa senang dan percaya bahwa Tuhan berada di pihak mereka setelah melihat patung buatan Samiri mengeluarkan suara dan mirip dengan anak sapi yang asli. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa berhala tersebut berdaging dan mengeluarkan darah. Seperti yang diketahui, patung tersebut dibuat oleh Samiri setelah ia melihat Malaikat Jibril mengirimkan bantuan Allah SWT kepada Nabi Musa AS dalam menenggelamkan Firaun di Laut Merah.
Para ulama memiliki pandangan berbeda mengenai suara yang dikeluarkan oleh patung anak sapi buatan Samiri. Beberapa ulama berpendapat bahwa suara sapi tercipta karena adanya angin yang masuk melalui dubur patung dan keluar melalui mulutnya.
Samiri membuat bagian tengah patung berongga dan menghadapkan patung ke arah mata angin sehingga angin yang masuk dari lubang belakang patung keluar dari lubang depan dan menimbulkan suara yang menyerupai suara sapi asli.
Setelah itu, Samiri pergi menemui Bani Israil dengan membawa patung yang telah dibuatnya. Mereka pun bertanya kepadanya, "Apa itu, Samiri?"
Samiri menjawab, "Ini adalah tuhan kalian dan tuhan Musa!"
Mereka bertanya lagi, "Tapi Musa sekarang sedang pergi menemui Tuhannya."
Samiri menjawab lagi, "Rupanya Musa lupa. Dia pergi untuk menemui Tuhannya di tempat lain, padahal tuhannya ada di sini."
Pada saat itu, angin bertiup masuk melalui bagian belakang patung anak sapi dan keluar melalui mulutnya, sehingga patung tersebut mengeluarkan suara yang menyerupai suara anak sapi asli. Kehadiran suara itu membuat banyak Bani Israil memuja patung tersebut dan menganggapnya sebagai tuhan mereka.
Dalam kejadian tersebut, Samiri ternyata memiliki niat jahat untuk memanfaatkan situasi. Ia memperhatikan bahwa Bani Israil merindukan untuk menyembah berhala, lalu ia memanfaatkan kesempatan itu dengan menciptakan sebuah patung emas berbentuk anak sapi yang bisa bicara.
Akibatnya, Bani Israil terbagi menjadi dua kelompok yaitu minoritas mukmin yang menyadari bahwa patung itu hanya tipuan dan mayoritas yang tetap mengikuti kepercayaan mereka dan kembali menyembah berhala.
Fitnah yang dilakukan Samiri akhirnya menyebar ke seluruh Bani Israil. Pada suatu hari, Nabi Harun AS terkejut melihat kaumnya menyembah patung anak sapi emas. Harun AS, yang dipercayakan oleh Nabi Musa AS untuk menjaga kaumnya, kemudian datang untuk menasihati mereka.
Dalam nasihatnya, Harun AS mengingatkan Bani Israil bahwa mereka telah terkena fitnah dengan patung anak sapi tersebut. Ia menegaskan bahwa patung tersebut hanyalah sebuah fitnah dan Samiri telah memanfaatkan kebodohan mereka. Harun AS dengan tegas menyatakan bahwa patung tersebut bukanlah tuhan mereka ataupun tuhan Musa.
Meskipun Nabi Harun AS telah berulang kali memperingatkan Bani Israil mengenai kesesatan penyembahan patung anak sapi, mereka tetap enggan mendengarkan dan mempertahankan keyakinan mereka. Harun AS terus mengingatkan mereka akan kebesaran Allah SWT dan mukjizat yang diberikan-Nya sebagai bukti kebenaran agama, namun tidak ada yang berhasil merubah keyakinan mereka.
Bahkan, mereka mengejek dan meremehkan Nabi Harun serta hampir membunuhnya. Namun, perdebatan ini berakhir ketika Musa AS kembali dari gunung Thur dan bersikeras memusnahkan patung anak sapi serta memperbaiki keyakinan Bani Israil pada satu-satunya Tuhan yang sejati.
Nabi Harun AS memiliki sifat yang lembut dan santun, yang ternyata membuatnya kurang dihormati oleh Bani Israil. Sebaliknya, Harun AS enggan menghancurkan berhala yang disembah oleh mereka, karena khawatir akan menimbulkan konflik dan pertikaian di antara mereka.
Akhirnya, Harun AS memilih menunda penyelesaian masalah hingga kedatangan Musa AS. Beliau percaya bahwa Musa AS, sebagai pemimpin mereka, dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih efektif dan bijaksana.
Bani Israil Menyembah Patung Anak Sapi di Hadapan Nabi Musa AS
Ketika Nabi Musa AS datang ke tengah Bani Israil, beliau terkejut melihat mereka sedang menari-nari di sekitar patung anak sapi dan berteriak-teriak. Saat Nabi Musa hadir, mereka terdiam dan beliau berkata kepada mereka,
"Perbuatan yang kalian lakukan setelah kepergianku sungguh buruk!" (QS Al-A'raf: 150)
Karena marah, Nabi Musa melemparkan lembaran Taurat ke tanah dan menarik rambut dan jenggot Nabi Harun AS seraya bertanya,
"Hai Harun, mengapa kamu tidak mengikuti aku ketika melihat mereka tersesat? Apakah kamu sengaja mendurhakai perintahku?" (QS Thaha: 92-93)
Namun, Nabi Harun AS menjawab bahwa beliau tidak mendurhakainya atau menerima perbuatan para penyembah anak sapi, melainkan beliau tidak ingin meninggalkan mereka begitu saja.
Nabi Musa AS mempertanyakan mengapa Nabi Harun tidak mengikuti perintahnya untuk menjaga keimanan Bani Israil. Nabi Harun AS menjawab bahwa beliau khawatir tindakan keras akan memicu perang saudara.
Ketika ditanya lagi oleh Nabi Musa, mengapa Nabi Harun AS membiarkan mereka terpecah-belah, Nabi Harun menjawab bahwa beliau khawatir bahwa Nabi Musa akan menyalahkannya dan memecah belah Bani Israil, sehingga orang-orang akan menganggapnya sebagai orang yang zalim.
Nabi Harun meminta agar Nabi Musa melepaskan genggamannya dari rambut dan jenggotnya, agar Bani Israil tidak semakin meremehkannya. Beliau juga memohon agar Nabi Musa tidak menjadikannya sebagai bagian dari golongan orang yang zalim, seperti dalam Surat Al-A'raf ayat 150.
Setelah menyadari kesalahannya, Nabi Musa AS memohon ampun kepada Allah SWT untuk dirinya dan Nabi Harun. Beliau juga bertanya kepada kaumnya,
"Tuhanmu telah menjanjikan kebaikan untukmu. Apakah kamu merasa bahwa masa yang telah berlalu terlalu lama atau kamu menginginkan kemurkaan Tuhanmu menimpa kamu, sehingga kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?" (QS Thaha: 86)
Nabi Musa kemudian menanyakan kepada Samiri, "Mengapa kamu melakukan hal tersebut, wahai Samiri?" (QS Thaha: 95)
Samiri menjawab bahwa beliau mengetahui sesuatu yang tidak diketahui orang lain dan bahkan melihat Jibril mengendarai kudanya, yang setiap kali kakinya menyentuh tanah, benda tersebut menjadi hidup.
Samiri kemudian mengambil segenggam debu dari jejak kaki Jibril dan mencampurnya dengan emas. Ia mengaku bahwa nafsunya telah membuatkannya melakukan hal tersebut (QS Thaha: 96).
Mendengarnya, Musa AS kemudian memberi sanksi kepada Samiri, sesuai yang disebutkan dalam Surat Thaha ayat 97.
"Pergilah kau! Sesungguhnya di dalam kehidupan (dunia) engkau (hanya dapat) mengatakan, 'Jangan sentuh (aku).' Engkau pasti mendapat (hukuman) yang telah dijanjikan (di akhirat) yang tidak akan dapat engkau hindari. Lihatlah tuhanmu itu yang tetap engkau sembah. Kami pasti akan membakarnya, kemudian sungguh kami akan menghamburkan (abu)-nya ke laut."
Dalam ayat di atas, ahli tafsir menjelaskan bahwa Nabi Musa memberikan hukuman kepada Samiri dengan cara memindahkannya ke wilayah terpencil sebagai sanksi di dunia agar Samiri tidak dapat mendekati Musa dan kaumnya. Namun, perbuatan Samiri yang menyesatkan Bani Israil juga akan menempatkannya di neraka di akhirat.
Wallahu a'lam.
Posting Komentar