cfFp0twC8a3yW2yPPC8wDumW5SuwcdlZsJFakior
Bookmark

Apakah Nabi Muhammad Mempunyai Saudara Kandung? Fakta Tentang Keluarga Nabi

Apakah Nabi Muhammad Mempunyai Saudara Kandung? Fakta Tentang Keluarga Nabi

Kehidupan Nabi Muhammad SAW penuh dengan tantangan dan kesulitan, mulai dari masa kecilnya yang menjadi yatim piatu. Ada banyak pertanyaan mengenai keluarga Nabi, termasuk apakah beliau memiliki saudara kandung.

Mengenal keluarga Nabi Muhammad SAW (Foto: Pesantren Al-Lu'lu' Wal Marjan)

Menurut buku Kumpulan Akhlak Teladan Rasulullah (karya Thifa), Nabi Muhammad SAW menjadi yatim sejak masih dalam kandungan selama 2 bulan. Pada usia 6 tahun, beliau menjadi yatim piatu dan tidak memiliki saudara kandung.

Namun, Nabi Muhammad SAW memiliki beberapa saudara sepersusuan seperti Abdullah bin Abdul Asad, Masruh, Hamzah bin Abdul Muthalib, Abdullah bin al-Harits, Anisah binti al-Harits, Judzamah binti al-Harits, dan Abu Sufyan bin al-Harits bin Abdul Muthalib.

Dengan demikian, meskipun Nabi Muhammad SAW tidak memiliki saudara kandung, beliau masih memiliki keluarga dan saudara sepersusuan yang mendukungnya dalam perjuangannya sebagai Rasulullah. Fakta-fakta ini menunjukkan betapa pentingnya peran keluarga dan hubungan antar sesama dalam kehidupan sehari-hari, bahkan bagi seorang nabi sekalipun.

Kisah Pilu Masa Kecil Nabi Muhammad SAW: Kehilangan Ayah di Usia Dalam Kandungan

Ridwan Abqary dalam bukunya yang berjudul 99 Kisah Menakjubkan Dalam Al-Quran menuturkan kisah lengkap Nabi Muhammad SAW. Saat masih dalam kandungan, sang ayah, Abdullah bin Abdul Muthalib sedang melakukan perjalanan dagang. 

Namun, di tengah perjalanan, Abdullah jatuh sakit dan harus beristirahat di rumah saudaranya di Madinah. Sayangnya, penyakitnya begitu parah hingga ia meninggal dunia dan meninggalkan Nabi Muhammad SAW yang masih dalam kandungan ibunya, Aminah.

Abdullah meninggal saat usianya masih 25 tahun dan dimakamkan di Darun Nabighah Al-Jadi. Ia mewariskan lima ekor unta dan beberapa ekor kambing untuk Aminah serta seorang budak bernama Barakah yang dikenal dengan Ummu Aiman.

Kehilangan ayah di usia dalam kandungan menjadi kesedihan pertama Nabi Muhammad SAW. Beliau tidak mengenali wajah ayahnya dan harus tumbuh besar tanpa kasih sayang seorang ayah. Namun, kesedihan itu tidak menghalangi Nabi Muhammad SAW untuk tetap menjalani kehidupannya dengan baik dan menjadi sosok yang sangat dicintai oleh umat Islam. 

Cuplikan kisah ini menjadi pengingat bahwa hidup tak selalu mudah, namun kita bisa mengambil hikmah dan terus berusaha menjalani hidup dengan sebaik-baiknya.

Kisah Masa Kecil Nabi Muhammad SAW dalam Buku Cerita Teladan

Dalam buku Cerita Teladan 25 Nabi dan Rasul karya Lip Syarifah, terdapat kisah tentang Nabi Muhammad SAW yang mengikuti adat kebiasaan bangsa Arab. Adat tersebut yaitu meminta perempuan lain untuk menyusui bayinya, bahkan bukan ibu kandungnya. 

Kemudian, Nabi Muhammad SAW diserahkan kembali kepada ibunya saat berusia enam tahun. Bersama ibu dan budaknya, beliau melakukan ziarah ke makam ayahnya. Namun, di perjalanan, sang ibu tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal dunia. Akibatnya, Nabi Muhammad SAW menjadi yatim piatu.

Setelah kejadian itu, Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW yang terpandang di Kota Makkah, mengambil alih asuhan beliau. Meskipun kakeknya meninggal tidak lama setelah itu, Nabi Muhammad SAW tetap dekat dengan keluarganya. Beliau kemudian diasuh oleh pamannya, Abu Thalib, seorang pedagang, dan membantunya dalam usaha.

Masa kecil yang penuh dengan kesedihan itu membentuk kepribadian Nabi Muhammad SAW yang tabah dan tegar. Beliau sangat peka terhadap lingkungan sekitarnya dan kerap menyendiri untuk merenung. 

Sejak kecil, beliau terkenal ramah, jujur, dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, beliau diberi gelar al-Amin yang berarti orang yang dapat dipercaya. Semua ini membentuk pribadi yang kuat dan bijaksana pada masa depan.

Tanda-tanda Kenabian dari Rasulullah SAW 

Dalam buku Cerita Teladan 25 Nabi dan Rasul karya Lip Syarifah, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW menunjukkan tanda-tanda kenabian pada usia yang sangat muda. 

Saat berusia 12 tahun, beliau ikut pamannya untuk berdagang ke Negeri Syam. Pada saat perjalanan pulang, mereka bertemu dengan seorang pendeta Kristen yang baik bernama Buhaira.

Buhaira melihat tanda-tanda kenabian pada Nabi Muhammad SAW dan menasihati Abu Thalib untuk menjaga keponakannya dengan hati-hati karena jika orang Yahudi melihatnya, beliau akan dianiaya. Buhaira berkata setengah berbisik,

"Aku melihat tanda-tanda kenabian ada pada Muhammad, keponakan Tuan," kata pendeta Buhaira setengah berbisik. Jika orang-orang Yahudi melihatnya, niscaya mereka akan menganiayanya." Kemudian, Abu Thalib pun segera pulang ke Makkah.

Setelah pulang ke Makkah, Nabi Muhammad SAW terus menunjukkan tanda-tanda kenabiannya dengan sikap tabah dan tegar menghadapi kesulitan hidup, meskipun harus menjadi yatim piatu tanpa saudara kandung.

Demikianlah, kisah dari Nabi Muhammad SAW sewaktu kecil yang dijalani dengan ketabahan serta keteguhan hati karena harus menjadi yatim piatu sejak kecil hingga membuatnya tidak punya saudara kandung.


Posting Komentar

Posting Komentar

close