Hukum Menikahi Wanita yang Dizinahi Lebih Dulu dan Menikahi Wanita Hamil

Bagaimana hukum menikahi wanita yang dizinahi lebih dulu menurut islam?

Seiring perkembangan zaman, semakin banyak pula permasalahan dan polemik yang terjadi, sehingga semakin banyak juga dari umat Islam yang mengabaian hukum-hukum agamanya. Bahkan, sebagian manusia saat ini senang melakukan perzinahan dan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Na'udzubillah min dzalik..

Sebagian manusia saat ini, terutama sebagian umat Islam, mereka telah meremehkan dan mengesampingkan aturan dan hukum agama. Terutama dalam melakukan seks bebas, bahkan, sampai hamil di luar nikah.

Fenomena saat ini, banyak ditemui kasus, di mana sang lelaki menikahi wanita yang dizinahi terlebih dahulu. Sementara hal itu dilakukan dengan tanpa mengetahui aturan dan hukumnya dalam agama Islam. 

Terkait permasalahan tersebut di atas, kitab Al-Majmû’ Syarh Al-Muhadzdzab telah menjelaskannya. Hukum menikah dengan pasangan yang pernah dizinahi adalah tidak haram. Ingat, hukum zinanya tetap haram sementara hukum nikahnya tidak haram. Disebutkan bahwa Imam Nawawi berkomentar sebagai berikut:

Bila seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan maka tidak haram menikahi perempuan yang dizinai itu, berdasarkan firman Allah “dihalalkan bagi kalian apa-apa yang selain itu semua”. 

Sayidatina Aisyah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan. Laki-laki itu ingin menikahi sang perempuan atau anak perempuannya.

Maka Rasulullah bersabda “apa yang haram tidak menjadikan apa yang halal menjadi haram. Yang diharamkan hanyalah apa-apa yang terjadi karena zina menikah dan anak perempuan dari perempuan yang berzina. Juga perempuan yang berzina itu tidak haram dinikahi bagi anak laki-laki dan bapaknya laki-laki yang menzinai, berdasarkan ayat dan hadits.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majm?’ Syarh Al-Muhadzdzab, [Kairo: Darul Hadis, 2010], juz XVI, h. 485).

Kemudian yang lebih lanjut kitab Al-Majmû' Syarh Al-Muhadzdzab juga menjelaskan.

“Apabila seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan maka dengan perzinaan ini tidak menetapkan hukum keharaman menikah karena hubungan musharah. Maka tidak diharamkan bagi laki-laki yang berzina menikahi perempuan yang dizinai, ibunya, dan anak perempuannya. Tidak haram pula perempuan yang berzina dinikahi oleh bapak dan anak laki-lakinya orang yang menzinahinya”.

Selanjutnya, berdasarkan laman Hidayatullah, jika perempuan yang dizinahi telah hamil di luar nikah, Madzhab Asy-Syafi'I dan Abu Hanifah serta Muhammad al-Hasan mengizinkan lelaki yang menjadi pelaku zina tersebut menikah dengannya dan menggaulinya.

Namun jika yang menikahi wanita yang hamil perzinaan itu adalah laki-laki lain, maka dalam hal ini dia hanya boleh menikahinya dan tidak boleh menggaulinya, ini menurut pandangan Abu Hanifah dan Muhammad al-Hasan.

Sangat penting diketahui, bahwa dalam ajaran Islam, zina termasuk perbuatan yang sangat tercela atau terlarang dan masuk kategori dosa besar. Zina dalam bentuk apapun di dalam Islam, hukumnya adalah haram.

Al Quran dengan jelas dan menegaskan kepada orang mukmin untuk menghindari perbuatan zina itu sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Isra ayat 32 yang bunyinya:

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32). Zina tak hanya buruk dalam pandangan agama. Secara sosial budaya, zina juga buruk dalam kehidupan bermasyarakat.

Macam Zina, Zina Muhson dan Ghairu Muhson

Salah satu jenis zina adalah Zina Ghairu Muhsan, yakni perbuatan terlarang antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah. Pasangan yang belum menikah memang sangat rawan dengan godaan dan hawa nafsu yang tinggi.

Hukum cambuk 100 kali adalah bagi pezina yang belum menikah (ghairu Muhshan), dan rajam bagi pezina Muhshon (yang sudah menikah). Hukuman bagi orang yang melakukan zina itu sudah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya surat An-Nur ayat 2 sebagai berikut:

Azzaaniyatu wa zaanii fajliduu kulla waahidin minhuma miatan jaldah walaa ta hudzkum bihimaa ra fatun fii diinillaahi in kuntum tu minuuna billahi wal yaumil aakhiri walyash has 'adzaaba humaa thaaaifatun minal mu'miniin. (QS. An Nur ayat 2)

Artinya: “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, berikan masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (hukum) Allah, jika kamu percaya kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 2). 

Hukum Menikahi Wanita Hamil Sebab Zina, Ini  Keharaman dan Alasannya

Istilah Zina menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat hubungan pernikahan.

Perbuatan bersanggama seorang laki-laki yang terikat pernikahan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya atau seorang perempuan yang terikat pernikahan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya. 

Ustadzah Aini Aryani Lc dalam buku "Halal-Haram Menikahi Wanita Berzina" dan Hamil terbitan Rumah Fiqih Publishing menjelaskan hukum menikahi wanita yang hamil dari hasil zina, dalam hal ini ada dua kemungkinan kasus. 

Ustadzah Aini menjelaskan, pertama, nikahnya wanita hamil hasil zina ini dengan laki-laki yang menzinainya. Kedua, nikahnya wanita hamil hasil zina ini dengan laki-laki lain yang bukan ayah dari bayinya.  

Pendapat Mazhab Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah menghalalkan pernikahan tersebut, baik dilakukan laki-laki yang menjadi ayah dari si bayi atau laki-laki lain yang bukan ayah si bayi. 

Tapi penting untuk dijadikan catatan, meski kedua mazhab ini membolehkan terjadinya akad nikah, namun kebolehannya berhenti hanya sampai pada akadnya saja. Sedangkan hubungan seksual suami istri hukumnya haram dilakukan, sebagaimana dalil yang ada.  

Adapun Mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa menikahi wanita yang dalam keadaan hamil akibat berzina dengan laki-laki lain hukumnya haram. Keharaman ini berlaku mutlak untuk laki-laki yang menghamilinya atau ayah si bayi dan laki-laki lain. 

Dasar keharamannya adalah dalil-dalil berikut ini. Nabi Muhammad SAW bersabda:

 "لَا تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ 

"Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan." (HR. Abu Daud).  

Dari Said bin Al-Musayyab bahwa seseorang telah menikah dengan seorang wanita, namun baru ketahuan wanita itu dalam keadaan hamil. Maka kasus itu diangkat ke hadapan Rasulullah SAW dan beliau memisahkan antara keduanya. (HR Said bin Manshur).

Ustadzah Aini dalam kesimpulannya menjelaskan, wanita yang sedang hamil bukan dari hasil berzina maka halal bila dinikahi lagi oleh suaminya sendiri. Karena rujuk setelah talak bainunah shughra.  

Wanita yang hamil bukan dari berzina haram bila dinikahi lagi oleh suaminya sendiri karena tidak boleh rujuk setelah talak bainunah kubra. Wanita ini juga haram dinikahi laki-laki lain.  

Sementara, wanita yang sedang hamil dari hasil zina halal dinikahi laki-laki yang menghamilinya atau ayah bayi dalam kandungannya. Tapi haram dinikahi laki-laki yang bukan ayah dari bayi dalam kandungannya. Wallahu A'lam..

Sumber: replubika.co.id


Posting Komentar untuk "Hukum Menikahi Wanita yang Dizinahi Lebih Dulu dan Menikahi Wanita Hamil"