Kenapa Khalifah Umar bin Abdul Aziz Justru Enggan Pakai Fasilitas Negara? Ini Alasannya

Daftar Isi

Di tengah maraknya aksi hedonisme dari para pejabat di berbagai negara, khususnya aparat dan pejabat di negara kita yang tercinta, Indonesia, sosok kepala negara ini justru hidup sangat sederhana dan jauh dari gaya hedonisme. Beliau adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Gaya hidup dan gaya pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ini tentu patut menjadi teladan bagi umat, terutama untuk para pejabat dan aparatur negara dalam mengemban amanah sebagai pemimpin rakyat. 

Sikap zuhud khalifah dari Bani Umayyah ini merupakan teladan yang agung dan sering disampaikan dalam berbagai kesempatan. Dengan menjadi pejabat tertinggi di pemerintahan justru membuat beliau sangat khawatir bersentuhan dengan uang rakyat. 

Umar bin Abdul Aziz juga dijuluki Umar II, karena beliau mewarisi karakter mulia sang kakek, yaitu Umar bin Khattab yang terkenal sangat adil, jujur, dan tegas. Dan yang tidak kalah penting untuk disampaikan di sini adalah karakter zuhudnya. Sebagai khalifah, beliau tak mau menikmati kesempatan dan kemewahan fasilitas negara. Bahkan beliau kerap bersikap keras terhadap diri sendiri, seolah-olah menghukum dirinya karena telah dianugerahi kemewahan duniawi.

Begitu menjabat sebagai khalifah, hal pertama yang beliau lakukan adalah melakukan pembenahan di lingkungan istana. Beliau menjual semua barang-barang mewah di istana dan uangnya diberikan untuk kas negara. Beliau juga mencabut fasilitas-fasilitas mewah dari seluruh aparatur pemerintah. Tak jarang pula ia melengserkan para petinggi negara yang korup. Upaya Umar ini banyak menuai protes, namun hal itu tak mengubah keputusannya. 
 
Pernah sekali waktu Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar saat sedang sakit. Ia dikejutkan ketika melihat pakaian Sang Khalifah begitu kotor. Maslamah kemudian berkata kepada Fathimah binti Abdul Malik, istri khalifah, “Wahai Fathimah, bersihkan pakaian Sang Khalifah. Jangan dibiarkan sampai kotor seperti itu.” Fathimah menjawab, “Akan aku lakukan, insya Allah.” 

Keesokan harinya, Maslamah kembali menjenguk Umar dan melihat masih memakai baju kotor seperti kemarin. “Wahai Fathimah, bukankah aku sudah memintamu untuk mengganti pakaian Sang Khalifah?” Fathimah menjawab, “Ia tidak memiliki pakaian lain untuk berganti.” (Abu Nu’aim al-Ashbahani, Hilyatul Auliya wa Thabaqathul Ashfiya, 2019: juz V, halaman 207).
 
Kezuhudan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ini banyak mendapat apresiasi dari para ulama. Makhul asy-Syami, seorang ulama terkemuka dari Suri'ah, pernah berkata, “Aku bersumpah, belum pernah aku melihat orang yang lebih zuhud dan takut kepada Allah selain Umar bin Abdul Aziz.” 
 
Malik bin Dinar pernah berkata, “Ketika orang-orang mengaku, ‘Saya zuhud,’ maka tidak ada yang lebih zuhud kecuali Umar bin Abdul Aziz.” 

Ibnu Abdul Hakam pernah berkata, “Begitu Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah, ia menjadi sosok yang sangat zuhud, meninggalkan kemewahan dunia, makan pun hanya dengan lauk seadanya.” 
 

Lilin untuk Umat, Kisah kezuhudan Umar bin Abdul Aziz,

Salah satu kisah tentang kezuhudan Umar adalah saat khalifah kelahiran Madinah ini enggan menyalakan lilin karena tidak mau menggunakan uang rakyat untuk kepentingan pribadi. Kisah ini banyak disampaikan oleh sejumlah sejarawan Muslim dalam catatan-catatan mereka. Di antaranya adalah Ibrahim Syamsuddin dalam buku ensiklopedis yang berjudul Qashashul ‘Arab Mausu’atu Qashasi wa Nawadiril ‘Arab. Yuk, simak selengkapnya.
 
Sekali waktu di malam petang datang seorang utusan bernama Abdullah ke rumah Umar, padahal Sang Khalifah hendak istirahat setelah seharian penuh menjalankan tugas pemerintahan. “Biarkan dia masuk dan persilahkan duduk,” kata Umar kepada penjaga pintu rumah.
 
Umar kemudian menyalakan lilin untuk menerangi seisi ruangan, dan bertanya kepada Abdullah tentang kondisi terkini rakyatnya. “Bagaimana kondisi para pegawai, para tentara, kaum Muhajirin dan Anshar, dan orang-orang fakir miskin. Apakah mereka semua sudah dipastikan mendapat haknya masing-masing? Apakah ada rakyat yang didzalimi?” tanya Umar. 
 
Abdullah menjawab semua pertanyaan Umar. Sampai ketika pertanyaan habis, Abdullah menanyakan perihal kabar keluarga Sang Khalifah. “Wahai Amirul Mu’minin, bagaimana kondisi kesehatanmu dan keluargamu sendiri?” Seketika Umar meniup lilin yang sedari tadi menerangi ruangan, kemudian menggantinya dengan lilin kecil yang redup dan hanya mampu menerangi wajahnya. 

Umar menjelaskan tentang kondisi dirinya berikut keluarganya, sementara Abdullah belum mengerti kenapa Umar segera mengganti lilin kecil yang redup ketika ditanya soal urusan pribadi. 

Selesai Umar menjawab semua pertanyaan, Abdullah bertanya, “Wahai Amirul Mu’minin, aku belum mengerti mengapa saat membahas urusan rakyat kau menyalakan lilin yang terang, tapi begitu membahas urusan pribadi, engkau ganti dengan lilin kecil yang redup?” 

“Wahai Abdullah, lilin yang terang tadi adalah harta Allah dan umat Muslim. Lilin ini hanya layak dinyalakan untuk kepentingan umum, bukan pribadi. Sebab itu, ketika kita tadi berbicara soal pribadi, maka aku matikan lilin tadi dan diganti dengan lilin milik pribadi,” terang Umar. (Ibrahim Syamsuddin, Qashashul ‘Arab Mausu’atu Qashasi wa Nawadiril ‘Arab, [2013], juz II, halaman 205).

Kisah Umar di atas seolah menjadi tamparan keras bagi sebagian pejabat negara hari ini, yang tak hanya menggunakan fasilitas pemerintahan untuk kepentingan pribadi, tetapi juga menjadikannya sebagai kesempatan untuk melakukan korupsi. Walllahu a’lam.

Sumber artikel: nu.or.id

Posting Komentar