Isu seputar ayat-ayat Al-Qur'an yang menyebutkan bidadari sebagai hadiah bagi laki-laki yang masuk surga sering menjadi bahan olokan, baik di kalangan non-Muslim maupun sebagian umat Islam yang belum mendalami ajaran agama secara mendalam.
Media sosial menjadi tempat utama penyebaran komentar-komentar miring terhadap pemahaman ini. Banyak orang yang menganggap bahwa ajaran Islam hanya berfokus pada aspek syahwat semata. Namun, apa yang sebenarnya terkandung dalam ayat-ayat tersebut?
Catatan singkat ini akan mengupas lebih dalam mengenai polemik bidadari dalam Islam, bagaimana cara menanggapi olokan tersebut, serta pentingnya pemahaman agama yang didasari oleh ilmu yang benar.
Tanggapan Tere Liye
Ayat-ayat tentang bidadari adalah salah-satu poin yang sering membuat agama Islam menjadi olok-olok.
Bahwa nanti kelak, "masuk surga, laki-laki Islam akan mendapatkan bidadari". Wah, wah, wah, ayat-ayat ini sejak dulu jadi bulan-bulanan para 'pembenci' Islam. Lebih-lebih sekarang, dengan medsos, lumrah sekali menemukan orang yang menertawakan soal ini. Kemana-mana komennya: Jadi Islam itu urusan selangkangan? Syahwat belaka? Nanti masuk surga dikasih bidadari, bisa pesta sex dong?
Terus wanita Islam dapat apa? Dikasih apa? Bukan main, lebih menohok lagi olok-olok mereka. Sangat-sangat menyakitkan komen-komen tersebut.
Lantas pertanyaannya, netizen/ orang-orang yang mengolok ini muslim atau non muslim?
Jika dia non muslim, sungguh, dia telah melampaui urusannya. Urus saja agama masing-masing. Siapapun non muslim yg mengolok soal bidadari ini, dia jelas pembenci, dengki luar biasa. Bagaimana menanggapinya? Biarkan saja. Orang-orang ini, bahkan Tuhan saja mereka olok-olok, jadi jangan dibalas. Tinggalkan.
Jika dia muslim, maka dia tidak tahu alias bodoh. Yes. Karena jika dia mau membaca Al Qur'an, mempelajari tafsir-tafsir, membaca buku-buku, dia akan tahu penjelasannya. Akan punya ilmunya.
Sayangnya, karena dia tdk punya ilmunya, jadilah dia mengolok-olok agama sendiri. Padahal, sst, apapun pendapat manusia, itu tdk pernah relevan bagi kitab suci. Jika kitab suci sudah tertulis demikian, itu final. Kita itu siapa sih? Paling mentok hanya menafsirkan.
Terakhir,
Hal menyedihkan dalam kasus bidadari ini adalah boleh jadi tentang kemunafikan kita.
Apa maksudnya? Seseorang yang berilmu, menafsirkan ayat-ayat itu, dengan tafsir ABC. Orang berilmu ini bisa dibully, dihina, ditertawakan habis-habisan. Kita hanya diam. Tidak membela ulama tersebut. Diam saja.
Tapi seorang berilmu lainnya, menafsirkan ayat-ayat itu, dengan tafsir ABC, sama persis (karena sumber tafsirnya memang sama), apa yang terjadi? Lagi-lagi, orang berilmu ini juga diolok-olok, dihina, ditertawakan netizen. Tapi hei, kali ini kita ngamuk, marah, tidak terima olok-olok tersebut. Kok kali ini kita marah? Kemarin-kemarin?
Entahlah. Semoga kita mau memikirkannya. Termasuk bercermin masing-masing. Jangan-jangan, selama ini, 'agama' kita itu hanyalah kelompok-kelompok saja.
Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan dari tulisan yang diberikan:
-
Ayat-ayat tentang bidadari sering kali menjadi bahan olok-olok oleh sebagian orang, baik Muslim maupun non-Muslim. Ketika ayat tersebut dibahas, banyak yang merendahkan dan menafsirkan bahwa ajaran Islam hanya berfokus pada keinginan dan syahwat semata. Hal ini seringkali menjadi senjata bagi mereka yang tidak memahami inti ajaran Islam, terutama di era media sosial di mana informasi tersebar luas dengan cepat.
-
Bagi mereka yang mengolok-olok ajaran ini, terutama jika mereka non-Muslim, bisa dianggap sebagai bentuk kebencian dan ketidaktahuan akan agama Islam. Sebaliknya, jika mereka adalah Muslim, maka mereka menunjukkan kurangnya pengetahuan dan pemahaman terhadap Al-Qur'an dan tafsirnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi umat Islam untuk mendalami ajaran agama dengan sungguh-sungguh agar tidak mudah terpengaruh oleh komentar negatif yang tidak berdasarkan pemahaman yang benar.
-
Walaupun ayat-ayat tentang bidadari ini sering dipermasalahkan, sejatinya setiap ayat dalam Al-Qur'an sudah ditetapkan dan tidak bisa diganggu gugat. Tafsir atau penafsiran ayat-ayat tersebut tentunya harus didasarkan pada ilmu yang benar dan tidak sembarangan. Manusia hanya bisa berusaha untuk memahami dan menafsirkan ayat-ayat tersebut, tetapi yang terpenting adalah bahwa setiap penafsiran harus tetap berpegang pada hukum dan petunjuk yang sudah ada dalam Al-Qur'an.
-
Salah satu masalah yang muncul dalam perdebatan tentang bidadari ini adalah kemunafikan dalam respons terhadap para ulama. Ketika seorang ulama memberikan penafsiran sesuai dengan pemahaman yang benar, ia sering kali dihina atau dibuli. Namun, ketika orang lain memberikan penafsiran yang serupa, reaksi dari masyarakat bisa sangat berbeda. Ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam menghargai pemahaman agama, yang seharusnya didasarkan pada ilmu, bukan hanya pada kelompok atau kepentingan pribadi.
-
Sebagai umat Islam, kita harus merenungkan lebih dalam mengenai sikap kita terhadap agama. Apakah kita hanya mengikuti kelompok atau memahami ajaran agama dengan sebenar-benarnya? Keberagaman dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an adalah hal yang wajar, tetapi yang terpenting adalah tetap berpegang pada prinsip-prinsip yang benar dan mendalam. Semoga kita semua bisa lebih bijaksana dalam menghadapi kritik dan olokan, serta lebih memperdalam ilmu agama agar tidak mudah terpengaruh oleh pihak-pihak yang tidak memahami substansi ajaran Islam.
Posting Komentar