cfFp0twC8a3yW2yPPC8wDumW5SuwcdlZsJFakior
Bookmark

Dosa Menjadi Pelakor Sangat Mengerikan, Muslimah Harus Lebih Berhati-hati

Pelakor bisa diartikan sebagai orang yang merusak hubungan antara suami dan istrinya atau sebaliknya, antara istri dan suaminya. Hal ini tentu tidak dibenarkan dalam Islam bahkan termasuk ke dalam perbuatan dosa besar.

Akhir-akhir ini banyak sekali kasus-kasus perceraian atau kerusakan rumah tangga akibat adanya pihak ketiga atau yang disebut pelakor, istilah untuk seorang wanita yang merebut suami orang, dengan cara yang tidak dibenarkan. Bagi istri yang sah, kehadiran pelakor tentu akan sangat menyakitkan karena bisa merusak keharmonisan rumah tangganya. 

Bagaimana sebenarnya pandangan Islam tentang pelakor seperti ini?

Di antara tipu daya dan usaha setan yang sangat dahsyat dalam menggoda manusia adalah dengan memisahkan hubungan seorang suami dan istrinya, menumbuhkan kebencian di antara keduanya, sehingga rusaklah hubungan baik antara keduanya. Pada akhirnya masing-masing pasangan akan merasa menang sendiri dan egois. 

Dari Sahabat Jabir radhiyallahu'anhu, beliau meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah SAW:

"Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian dia mengutus bela tentaranya. Maka yang paling dekat kedudukannya dengan iblis adalah yang paling besar menebar fitnah. Salah satu dari mereka akan datang, lalu berkata " Aku telah mengerjakan demikian dan demikian. Iblis berkata,"Kamu belum mengerjakan sesuatu". Perawi berkata,"Kemudian datang lagi salah satu dari mereka dan berkata," Aku tidak pernah meninggalkannya hingga aku mampu memisahkan antara dirinya dengan istrinya". Perawi berkata lagi, "Akhirnya dia didekatkan kepada iblis, lalu iblis berkata,"Bagus Engkau". Perawi berkata, Iblis pun merangkul dan memeluknya". (Shahih Muslim)

Dan yang sangat disayangkan adalah ada sebagian perempuan yang menduduki peran setan dalam perselisihan antara suami dan istri ini. Bahkan ada yang sampai merusak hubungan baik antara suami dan istri dengan cara tercela, misalnya: membeberkan segala aib, kelemahan dan kekurangannya, membanding dengan yang lain, membuat kebohongan publik dengan cerita hoax, menyebarkan fitnah dan membuat perkara kecil sehingga menjadi besar.

Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :

"Bukan termasuk golongan kami sesorang yang menghancurkan hubungan baik antara istri dengan suaminya, atau antara seorang budak dengan tuannya," (Shahih Abu Dawud(II/410) (1906).

Hadist tersebut menegaskan bahwa merebut atau merusak hubungan antara suami dan istrinya, sangat tidak dibenarkan dalam Islam, dari sudut pandang manapun.

Bahkan, Rasulullah SAW mengancam bahwa orang yang merusak hubungan sah pasangan suami istri itu sebagai bukan bagian dari golongan orang Islam. Jangankan merebut suami atau istri orang lain, meminang pinangan orang lain saja tidak dibolehkan. Rasulullah SAW pernah melarang seorang laki-laki meminang pinangan orang lain, kecuali kalau sudah jelas laki-laki tersebut sudah memutuskan pinangannya. (HR: Ahmad).

Dengan kata lain, upaya merusak keharmonisan rumah tangga orang lain bukanlah jalan hidup yang disyariatkan oleh agama Islam karena upaya destruktif ini berlawanan arah dengan tujuan perkawinan itu sendiri. 

Sementara pada hadits riwayat Imam At-Tirmidzi, Rasulullah SAW dengan tegas melarang wanita untuk menuntut seorang laki-laki agar menceraikan istrinya dengan maksud menguasai apa yang menjadi hak istrinya selama ini.

Berikut ini kami kutip hadits riwayat Imam At-Tirmidzi:

عن أبي هريرة يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قال لَا تَسْأَلِ المَرْأَةُ طَلَاقَ أُخْتِهَا لِتَكْفِئَ مَا فِي إِنَائِهَا

Artinya: Dari Abu Hurairah yang sampai kepada Rasulullah SAW, ia bersabda: Janganlah seorang perempuan meminta perceraian saudaranya untuk membalik (agar tumpah isi) nampannya. (HR Tirmidzi).

Ulama berbeda pendapat tentang siapa wanita yang dimaksud dalam hadits Rasulullah tersebut. Sebagian ulama memahami bahwa perempuan itu adalah pihak ketiga yang ingin merebut suami orang lain. Pandangan ini dikemukakan oleh Imam An-Nawawi.

Sementara ulama lain berpendapat bahwa wanita dalam hadist ini adalah salah seorang istri dari pria yang melakukan poligami. Pandangan ini dikemukakan oleh Ibnu Abdil Bar.

Perbedaan pandangan ini diangkat oleh Al-Mubarakfuri dalam Syarah Jami’ At-Tirmidzi berikut ini:

"Imam An-Nawawi berkata bahwa makna hadits ini adalah larangan bagi seorang perempuan (pihak ketiga) untuk meminta seorang lelaki menceraikan istrinya agar lelaki itu menalak istrinya dan menikahi perempuan pihak ketiga ini. Ibnu Abdil Bar memaknai kata ‘saudaranya’ sebagai istri madu suaminya. Menurutnya, ini bagian dari fiqih di mana seorang perempuan tidak boleh meminta suaminya untuk menceraikan istri selain dirinya agar hanya ia seorang diri yang menjadi istri suaminya.

Kata Al-Hafiz, makna ini mungkin lahir dari riwayat dengan redaksi, ‘Janganlah seorang wanita meminta perceraian saudaranya.’ Sedangkan riwayat yang memakai redaksi syarat, yaitu dengan ungkapan ‘Seorang perempuan tidak sepatutnya mensyaratkan perceraian saudaranya untuk membalik tumpah isi nampannya,’ jelas bahwa perempuan di sini adalah perempuan yang menjadi pihak ketiga. Pengertian ini diperkuat dengan redaksi, ‘agar ia (pihak ketiga) dapat menikah’, yaitu menikah dengan dengan suami saudaranya itu tanpa mensyaratkan lelaki tersebut menceraikan istri-istri sebelum dirinya. (Lihat M Abdurrahman Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’it Tirmidzi, [Beirut: Darul Fikr, tanpa catatan tahun], juz IV, halaman 369).

Berdasarkan sumber keterangan ini, kita memperoleh pelajaran bahwa agama telah mengharamkan upaya perempuan (pihak ketiga) merebut suami orang lain baik dengan maksud menguasai harta atau dengan maksud menikah dengan suami orang lain walaupun tanpa syarat menceraikan istri sebelumnya.

Selain itu, secara umum, kita mendapatkan gambaran bahwa yang dimaksud dengan merebut suami orang lain adalah dilihat dari peran aktif perempuan sebagai pihak ketiga tersebut dengan beragam cara menarik hati suami orang lain. Larangan ini beralasan. Pasalnya, batasan-batasan terkait perkawinan semacam ini bertujuan untuk menata kehidupan sosial melalui penataan rumah tangga pasangan yang harmonis tanpa kehadiran pihak ketiga yang biasanya lebih banyak mengandung mudarat dan masalah.

Larangan merusak hubungan ini tetap berlaku bagi pelakor atau perempuan pihak ketiga terlepas dari respon suami yang pada dasarnya memang hidung belang yang memberi harapan dan membuka kesempatan bagi pihak ketiga. 

Jadi pada prinsipnya, upaya pihak ketiga baik lelaki (pria idaman lain) maupun perempuan (wanita idaman lain) dalam sebuah rumah tangga adalah dilarang dalam agama Islam.

Dahsyatnya Dosa Takhbib (pelakor dan pebinor)

Takhbib adalah upaya untuk merusak hubungan pernikahan dan merebut pasangan orang lain dengan cara batil. Orang yang melakukan Takhbib disebut sebagai pelakor (perebut laki orang) dan pebinor (perebut bini orang).

Dalam Islam sudah jelas, jangankan merebut suami atau istri orang lain, meminang pinangan orang lain saja tidak dibolehkan. Rasulullah SAW telah melarang seorang laki-laki meminang pinangan orang lain, kecuali kalau sudah jelas laki-laki tersebut sudah memutuskan pinangannya. (HR: Ahmad).

Bahkan Rasulullah SAW memberikan ancaman keras bagi pelaku takhbib ini, yakni dosa besar. Berikut ini beberapa hadist yang menjelaskan ancaman tersebut antara lain: 

Rasulullah SAW bersabda,

ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨَّﺎ ﻣَﻦْ ﺧَﺒَّﺐَ ﺍﻣﺮَﺃَﺓً ﻋَﻠَﻰ ﺯَﻭﺟِﻬَﺎ

Bukan bagian dari kami, Orang yang melakukan takhbib terhadap seorang wanita, sehingga dia melawan suaminya.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan al-Albani)

Ad-Dzahabi menjelaskan yaitu merusak hati wanita terhadap suaminya, beliau berkata, ”Merusak hati wanita terhadap suaminya.” (Al-Kabair).

Menurut sumber yang lain, Rasulullah SAW juga bersabda, ”Barang siapa yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya maka dia bukan bagian dari kami.”( HR. Ahmad, shahih)

Termasuk kategori takhbib adalah ketika seseorang memberikan perhatian, simpati dan empati, menjadi teman curhat (curahan hati) terhadap wanita yang sedang ada masalah dengan pasangannya. Sehingga yang awalnya hanya sebagai teman biasa, lama-lama menjadi TTM alias Teman Tapi Mesra karena sudah merasa kenyamanan dan merasa Ada kesamaan visi dan misi untuk masa mendatang. 

Apalagi di era digital saat ini, kemungkinan terjadinya perselingkuhan itu sangat terbuka lebar melalui media sosial (medsos), seperti Whatsapp, Telegram, Facebook atau melalui aplikasi chatting lainnya.

Imam Ibnul Qoyim juga pernah menerangkan bahwa, bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang melakukan takhbib, dan beliau berlepas diri dari pelakunya. Jadi sudah jelas bahwa Takhbib termasuk salah satu dosa besar. Karena ketika Nabi Muhammad SAW melarang seseorang untuk meminang wanita yang telah dilamar oleh lelaki lain, dan melarang seseorang menawar barang yang sedang ditawar orang lain, maka bagaimana lagi dengan orang yang berusaha memisahkan antara seorang suami dengan istrinya, sehingga dia bisa menjalin hubungan dengannya. (al-Jawab al-Kafi)

Bahkan karena besarnya dosa takhbib ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah melarang menjadi makmum di belakang imam yang melakukan takhbib, sehingga bisa menikahi wanita tersebut.

Di bagian lain, beliau juga menyebutkan,

ﻣَﻦْ ﺧَﺒَّﺐ ﺯﻭﺟﺔ ﺍﻣﺮﺉ ﺃﻱ ﺧﺪﻋﻬﺎ ﻭﺃﻓﺴﺪﻫﺎ ﺃﻭ ﺣﺴﻦ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺍﻟﻄﻼﻕ ﻟﻴﺘﺰﻭﺟﻬﺎ ﺃﻭ ﻳﺰﻭﺟﻬﺎ ﻟﻐﻴﺮﻩ ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ

"Barang siapa yang melakukan takhbib terhadap istri seseorang, maknanya adalah siapa yang menipu wanita itu, merusak keluarganya atau memotivasinya agar cerai dengan suaminya, agar dia bisa menikah dengannya atau menikah dengan lelaki lain atau cara yang lainnya. (Aunul Ma`bud).

Setelah memahami hal ini, seorang muslim dan muslimah harus lebih berhati-hati dalam bergaul dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Mungkin pada awalnya seseorang memiliki niat baik, karena merasa kasihan lalu niat saling menolong, dengan menjadi teman curhatnya yang pada akhirnya kebablasan sampai membuka aib rumah tangganya sendiri.

Jelas pada awalnya semua beralasan berniat baik, saling menasehati atau mencari solusi. Namun ingatlah, bahwa di sanalah peran setan atau iblis mulai nampak. Setan dan bala tentaranya mulai melancarkan programnya. Naudzubillah!

Posting Komentar

Posting Komentar

close