Hukum Mengikuti Ru'yah Negara Lain Menurut Fatwa Syekh DR. Ali Jum’ah

Daftar Isi
Sebagian kalangan umat Islam sering melontarkan pertanyaan, sebenarnya bagaimana hukumnya berpuasa Ramadhan dengan mengikuti hasil ru'yah dari negara lain.

Apakah boleh berpuasa mengikuti Ru’yah di Negara lain, bukan mengikuti hasil Ru’yah dari negara tempat tinggalnya?

Menurut pendapat dan fatwa Syekh DR. Ali Jum’ah, bahwa tidak selayaknya penduduk suatu Negara melaksanakan puasa dan berhari raya mengikuti negara lain yang hasil ru'yahnya berbeda dengan Ru’yah yang ditetapkan Negara bersangkutan. 

Karena kondisi seperti ini menyebabkan perpecahan kesatuan kaum muslimin. Menanamkan benih-benih fitnah dan berpecahan. Sebagaimana ditetapkan dalam syariat Islam bahwa hukum yang ditetapkan Ulil Amri mengangkat khilaf yang terjadi diantara umat manusia. 

Jadi berdasarkan hal ini, jika fatwa telah dikeluarkan berkaitan dengan hilal bulan Ramadhan atau lainnya di suatu Negara, maka bagi kaum muslimin di Negara tersebut juga harus berpegang kepada fatwa tersebut, tidak boleh keluar dari fatwa tersebut. 

Pendapat ini berdasarkan riwayat dari Kuraib bahwa Ummu al-Fadhl binti al-Harits mengutus Kuraib kepada Mu’awiyah di negeri Syam, ia berkata, 
“Saya sampai di negeri Syam, saya menunaikan keperluannya. Telah terlihat hilal bulan Ramadhan ketika saya berada di negeri Syam, saya melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian saya tiba di Madinah pada akhir bulan. Abdullah bin Abbas bertanya kepada saya”. 

Kemudian Kuraib menyebutkan tentang hilal. Abdullah bin Abbas bertanya, “Kapankah kamu melihat hilal?”. Saya jawab, “Kami melihatnya malam Jum’at”. Abdullah bin Abbas bertanya, “Engkau melihatnya?”. Saya jawab, “Ya, orang banyak juga melihatnya. Mereka melaksanakan puasa dan Mu’awiyah juga melaksanakan puasa”. 

Abdullah bin Abbas berkata, “Akan tetapi kami melihat hilal pada malam Sabtu. Kita terus melaksanakan puasa hingga kita sempurnakan tiga puluh hari, atau hingga kita melihat hilal (Syawal)”. Saya katakan, “Apakah tidak cukup dengan Ru’yah dan puasa Mu’awiyah?”. Abdullah bin Abbas menjawab, “Tidak, demikianlah Rasulullah Saw memerintahkan kita”[2]. 

Riwayat tersebut membuktikan bahwa setiap daerah konsisten menjalankan Ru’yahnya masing-masing. Kami berfatwa berdasarkan ini. Wallahu Ta’ala A’la wa A’lam.

[1] Syekh DR. Ali Jum’ah, Al-Bayan li ma Yusyghil al-Adzhan, (Cet. I; Kairo: al-Muqaththam, 1426H/2005M), hal. 286.
[2] HR. Ahmad dalam al-Musnad, juz. I, hal. 306; Muslim dalam ash-Shahih, juz. II, hal. 765; Abu Daud dalam as-Sunan, juz. II, hal. 299 dan at-Tirmidzi dalam as-Sunan, juz. III, hal. 76.

Sumber: somadmorocco.blogspot.com

Posting Komentar