Hukum Asuransi Menurut pandangan Islam dan Asuransi yang Sesuai Prinsip Islam

Daftar Isi

Di antara bentuk mu'amalah baru adalah apa yang disebut asuransi. Ada asuransi yang berhubungan dengan masalah hidup, yang dinamakan dengan asuransi jiwa. Dan ada pula asuransi sebagai jaminan kalau terjadi kecelakaan. 

Bagaimanakah hukum Asuransi Menurut pandangan Islam?

Sebelum kami menjawab pertanyaan ini, kami ingin menanyakan jiwa perusahaan ini. Apa jiwanya? Dan, bagaimana hubungannya antara yang menjadi anggota asuransi itu dan pihak perusahaan? 

Dengan kata lain, apakah anggota asuransi itu penuh sebagai anggota syirkah bagi perusahaaan tersebut? Kalau benar demikian, setiap anggota syirkah (anggota asuransi) harus tunduk (bersekutu) terhadap keuntungan dan kerugian yang diperoleh dan diderita oleh perusahaan tersebut menurut ketentuan ajaran Islam. 

Dalam asuransi kecelakaan seorang anggota membayar sejumlah uang (x rupiah misalnya) setiap tahun. Apabila dia bisa lolos dari kecelakaan, maka uang jaminan itu hilang (perdagangan, perusahaan, kapal atau lainnya), sedangkan pemilik perusahaan akan mengusai sejumlah yang tersebut dan sedikit tidak mengembalikan kepada anggota asuransi itu.  

Akan tetapi, jika terjadi suatu kecelakaan, perusahaan akan membayar sejumlah uang yang telah disetujui bersama. Usaha semacam ini sama sakali jauh dari watak perdagangan dan solidaritas bersyarikat. Dalam asuransi jiwa, apabila anggota asuransi itu membayar sejumlah uang $2,000.00, misalnya pada periode pertama, kemudian mendadak meninggal dunia, maka dia akan mendapat pengembalian sejumlah uang tersebut dengan penuh, tidak kurang satu sen pun. 

Tetapi, kalau dia itu bersyirkah dalam perdagangan, maka dia akan memperoleh kembalian uang sejumlah uang yang disetor pada periode itu ditambah dengan keuntungannya. Kemudian, apabila dia berkhianat kepada perusahaan dan tidak bisa lagi membayar untuk periode-periode berikutnya sedangkan dia sudah pernah membayar sebagiannya, sejumlah uangnya yang disetor itu atau sebagian besarnya akan hilang. 

Ini paling tidak dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang rusak. Alasan karena antara kedua belah pihak sudah ada saling rela dan sudah saling mengetahui manfaat itu tidak kuat. Antara pemakan riba dan yang memberinya makan juga sudah saling merelakan. Begitu juga kedua pemain judi sudah saling merelakan. 

Namun, kerelaannya itu tidak dianggap sebagai alasan halalnya perbuatan tersebut, selama mu'amalah ini tidak menegakkan prinsip-prinsip keadilan dengan tegas yang tidak dicampuri tipuan dan kezaliman serta perampasan oleh satu pihak terhadap pihak lain. Sedangkan keadilan dan tidak saling membahayakan adalah merupakan hal pokok. 

Apakah Asuransi itu Dapat Digolongkan Yayasan Dana dan Bantuan?

Apabila kita belum mendapat kejelasan dari segi manapun bahwa hubungannya antara anggota asuransi dan perusahaan sebagai hubungan antara anggota syirkah dengan anggota lainnya, maka apa watak hubungan antara keduanya itu sekarang? Apakah hubungan setia kawan? 

Kalau benar demikian, lembaga ini adalah termasuk lembaga sosial yang ditegakkan berdasarkan saham dari orang-orang yang ingin menyumbangkan sejumlah uangnya dengan tujuan saling mengadakan bantuan satu sama lain. 

Namun, agar di situ terdapat kerja sama yang baik antara seluruh anggota guna memberikan pertolongan kepada pihak-pihak yang sedang dilanda suatu musibah, maka uang yang dikumpulkan demi terwujudnya cita-cita yang dimaksud memerlukan beberapa persyaratan sebagai berikut: 

1. Setiap anggota yang menyetorkan uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan dan harus disertai niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah. Kemudian, dari uang yang terkumpul itu diambillah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan. 

2. Apabila akan diputar, uang itu harus dijalankan menurut aturan syara'. 

3. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya dia mendapat imbalan yang berlipat ganda apabila terkena suatu musibah. Akan tetapi, dia diberi dari uang jama'ah sebagai ganti atas kerugiannya itu atau sebagainya menurut izin 

4. Sumbangan (tabarru') sama dengan hibah (pemberian). Oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi suatu peristiwa, harus ada penyelesaiannya menurut aturan syara'.

Syarat-syarat tersebut di atas tidak akan berlaku kecuali sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian koperasi dan lembaga-lembaga sosial yang kini biasa di kalangan kita, yaitu seseorang membayar tiap bulan dengan niat tabarru' (donatur), sehingga dia tidak boleh menarik kembali uangnya itu dan tidak ditentukan jumlah bantuannya jika terjadi suatu musibah. 

Alasan Asuransi Jiwa Diharamkan

Adapun asuransi lebih-lebih asuransi jiwa, persyaratan ini sama sekali tidak dapat diterapkan dengan alasan sebagai berikut: 

  1. Semua anggota asuransi tidak membayarkan uangnya itu dengan maksud tabarru', bahkan niat ini sedikitpun tidak terlintas padanya. 
  2. Badan asuransi memutar uangnya dengan jalan riba, sedang setiap muslim tidak dibenarkan bersyirkah dalam pekerjaan riba. Ini telah disetujui bersama oleh orang-orang yang memperketat maupun oleh orang-orang yang memperingan persoalan ini. 
  3. Siapa yang hendak menarik kembali uangnya itu dia akan dikenakan kerugian yang cukup besar. Pengurangan ini sama sekali tidak dapat dibenarkan dalam pandangan syari'at Islam
  4. Anggota asuransi mengambil dari perusahaan - apabila telah habis waktu yang ditentukan sejumlah uang yang telah disetor dan sejumlah tambahan. Apakah ini bukan berarti riba?

Perbedaan Asuransi dan Arti Bantuan Sosial

Perbedaan prinsip asuransi dengan arti bantuan sosial adalah bahwa asuransi memberi kepada orang kaya lebih banyak daripada kepada orang yang tidak mampu. Orang yang mampu membayar asuransi sejumlah uang yang lebih banyak, ketika ia mati karena suatu musibah akan mendapat bagian yang lebih besar pula.

Sedangkan bantuan sosial adalah memberi kepada orang yang tidak mampu lebih banyak daripada lainnya. 

Asuransi yang Sesuai dengan Islam 

Asuransi kecelakaan menurut pendapat Dr. Yusuf Qardhawi mungkin juga untuk disesuaikan dengan Islam, yaitu dalam bentuk sumbangan berimbal, misalnya seorang anggota asuransi membayar uang kepada perusahaan dengan syarat dia akan diberi imbalan sejumlah uang karena ditimpa suatu musibah, sebagai bantuan untuk meringankan penderitaannya itu. 

Bentuk asuransi seperti ini dibenarkan dalam pandangan sebagian mazhab Islam. Jika asuransi dapat disesuaikan seperti itu dan perusahaan yang menjalankan itu sama sekali bersih dari perbuatan riba, niscaya dapat dikatakan boleh. 

Adapun asuransi jiwa menurut bentuknya yang ada sekarang seperti tersebut di atas, menurut pendapat Dr. Yusuf Qardhawi sama sekali jauh dari tuntutan syari'at Islam. 

Sesuaikan Asuransi Menurut Aturan Islam

Kalau kita telah mengetahui bahwa Islam tidak dapat menerima asuransi model sekarang ini dengan segala aktivitasnya yang telah berlaku, maka ini bukan berarti Islam menentang gagasan asuransi itu. Sama sekali tidak demikian. Yang ditentang oleh Islam ialah beberapa prinsip dan caranya. Adapun jika ada cara-cara lain yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, sudah pasti Islam akan menyambutnya dengan baik. 

Ringkasnya, aturan Islam telah menjamin umatnya dan orang-orang yang berada di bawah naungan pemerintahan Islam dengan cara-cara tersendiri dalam seluruh peraturan dan pengarahannya. Ada kalanya jaminannya itu melalui sikap solider dari anggota masyarakat itu sendiri dan ada kalanya melalui pemerintahan dan lembaga baitul baal. 

Baitul maal adalah asuransi secara umum untuk semua orang yang bernaung di bawah pemerintahan Islam. Dalam syari'at Islam ada jaminan menyalurkannya kepada seseorang yang sedang dan cara-cara mendapat musibah. Di dalam bab terdahulu telah kami sebutkan bahwa di antara hal yang membolehkan seseorang meminta adalah apabila dia ditimpa kelaparan. Dia boleh minta kepada pemerintah (waliyul amri) dan waliyul amri akan memberi ganti semua yang dideritanya itu atau yang kiranya cukup untuk meringankan sebagiannya. 

Kita dapati juga jaminan untuk ahli waris karena kematian keluarga yaitu seperti yang disabdakan Nabi SAW: 

"Saya lebih dekat kepada setiap muslim daripada dirinya sendiri; siapa (meninggal dunia dan) meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya dan siapa meninggalkan utang atau kebangkrutan, itu menjadi urusan saya dan menjadi tanggungan saya." (Riwayat Bukhari dan Muslim) 

Di antara jaminan Islam terhadap umatnya ialah apa yang disebut bagian khusus untuk orang-orang yang berutang (gharim) dalam pembagian zakat. Sementara ahli tafsir dari ulama salaf ada yang menafsiri kata gharimin, dengan orang yang rumahnya terbakar atau hartanya hanyut oleh banjir dan sebagainya. 

Sementara ahli fiqih juga ada yang berpendapat bahwa dalam keadaan demikian dia boleh diberi bantuan dari uang zakat sebanyak harta yang dideritanya itu sekalipun beribu-ribu banyaknya.

Posting Komentar