Konsep dan Pelajaran Penting dari Tawakal yang Sering Disalah Pahami

Salah satu pilar paling mendasar bagi umat Islam adalah konsep Tawakal, yang sering didefinisikan sebagai kepercayaan dan ketergantungan kepada Allah. Namun, banyak orang yang salah paham dengan konsep Tawakal. Mereka melihat Tawakul sebagai karakteristik verbal pasif yang hanya melibatkan permohonan kepada Allah untuk apa yang kita inginkan.

Namun, ada sebuah peristiwa dari kehidupan Nabi Muhammad (SAW) yang menunjukkan perspektif yang jelas tentang Tawakal.

Suatu hari Rasulullah (SAW) melihat seorang 'badui' (Arab gurun) meninggalkan unta tanpa mengikatnya, dan dia bertanya kepada pria itu, "Mengapa kamu tidak mengikat untamu?" 'Badui' menjawab, "Saya menaruh kepercayaan saya pada Allah." Rasulullah SAW bersabda, “Ikatlah untamu dulu, baru bertawakal kepada Allah.” (Tirmidzi)

Ini adalah hadits yang singkat, tetapi membawa pelajaran penting bagi kita. Jika Anda memiliki jenis hewan apa pun, Anda selalu mengikatnya agar tidak kabur saat Anda pergi. Namun, dalam hadits ini, pria itu tidak mengikat unta sebelum meninggalkannya. Ketika Nabi Muhammad (SAW) bertanya kepada pria itu mengapa dia tidak melakukannya, pria itu menjelaskan bahwa dia mempercayai Allah untuk menjaga hewannya agar tidak kabur. Nabi Muhammad (SAW) menjawab agar pria itu terlebih dahulu mengikat unta-nya dan kemudian bertawakal kepada Allah.

Dari jawaban Nabi Muhammad (SAW), jelas bahwa pria ini tidak mengerti apa itu percaya kepada Allah. Dia berpikir bahwa Tawakal berarti mengharapkan Allah untuk mengurus segala sesuatunya tanpa orang tersebut berusaha keras.

Nasihat Nabi (SAW) menunjukkan percaya kepada Allah (Tawakul) bukan hanya sifat verbal dan pasif. Sebaliknya, Tawakal adalah sifat aktif, artinya kita menunjukkan kepercayaan kita kepada Allah dengan mengambil tindakan terhadap apa yang ingin kita capai. Dengan kata lain, kita harus melakukan bagian kita terlebih dahulu dengan tindakan kita sebelum percaya bahwa pertolongan Allah akan datang.


Untuk menunjukkan Tawakul yang benar, kita harus melakukan bagian kita terlebih dahulu. Misalnya, meskipun kita percaya bahwa Allah adalah Pemberi Kehidupan (Al-Muhyi) dan Pelindung/Pemelihara/Penjaga (Al-Hafiz), kita harus mengambil tindakan pencegahan kesehatan yang diperlukan untuk menjaga diri kita dari jatuh sakit, seperti mencuci pakaian dan tangan kita, dan berolahraga. Kami juga percaya Allah adalah Sang Pemberi (Ar-Razzaq), tetapi kami tetap harus keluar dan berusaha untuk menciptakan pendapatan. Kami tidak berharap uang jatuh begitu saja dari langit.

Jadi, jika Anda atau saya tidak melakukan bagian kita—jika kita tidak berusaha mencapai tujuan kita melalui tindakan kita, maka kita tidak menunjukkan Tawakul sejati.

Untuk menjelaskan hal ini, kita hanya perlu melihat kehidupan Nabi Muhammad (SAW). Setiap kali Nabi Muhammad (SAW) atau para sahabatnya dihadapkan pada situasi apa pun, mereka tidak pernah duduk dan secara pasif mempercayai Allah untuk menjaga mereka. Sebaliknya, mereka proaktif dalam menjaga diri mereka sendiri, dan mereka menaruh kepercayaan mereka kepada Allah setelah mereka melakukan semua yang mereka bisa lakukan dengan tindakan mereka sendiri.

Konsep Tawakal Saat Perang Khandaq

Sebuah contoh yang bagus dari ini adalah Pertempuran Parit (Ghazwat al-Khandaq). Ketika kaum Muslimin di Medinah mendengar bahwa pasukan lebih dari 10.000 orang sedang menuju untuk menghancurkan Kota Medinah, mereka tidak hanya duduk diam dan berkata bahwa Allah akan melindungi mereka. Sebaliknya, Nabi Muhammad (SAW) dan umat Islam menunjukkan kepercayaan mereka kepada Allah dengan mengambil tindakan. 

Mereka mengadakan dewan militer, dan Nabi Muhammad (SAW) membiarkan orang-orang berbagi ide tentang bagaimana mereka bisa membela diri. Di sanalah Salman al-Farsi (RA) memperkenalkan gagasan membangun parit di sekitar kota yang dapat digunakan untuk menahan musuh dan bahkan mengatasi rintangan. 

Pertempuran dimulai, dan kaum Muslim tanpa henti berperang dan mengecoh musuh-musuh mereka selama sekitar tiga puluh hari. Setelah Allah melihat tekad dan ketetapan hati mereka, Dia mengirimkan embusan angin yang menghancurkan perkemahan musuh dan memaksa mereka untuk mundur.

Hikmah dari kejadian ini adalah bahwa Tawakul meliputi:

  1. Meluangkan waktu untuk merencanakan dengan benar
  2. Mengambil tindakan atas rencana itu
  3. Menunjukkan Sabr (ketekunan dan kesabaran) dengan menjaga iman kita kepada Allah dan tetap teguh dalam tindakan kita
  4. Jika Nabi Muhammad (SAW) dan para sahabatnya harus proaktif dan sabar dalam mempercayai Allah, maka kita sebagai Muslim harus belajar untuk melakukan hal yang sama.

Penerapan Konsep Tawakal dalam Keluarga

Sadarilah bahwa sebenarnya tidak ada yang bisa kita kendalikan selain tindakan dan sikap kita sendiri. Kita tidak bisa mengontrol apa yang dilakukan pasangan kita. Kita tidak bisa mengontrol apa yang dilakukan orang tua kita. 

Kami bahkan tidak bisa mengontrol apa yang dilakukan anak-anak kami. Yang bisa kita kendalikan hanyalah apa yang terjadi dalam pikiran kita dan apa yang kita lakukan dengan anggota tubuh kita. Tawakal berarti mengambil tindakan dan mempercayai Allah dengan hasil tindakan kita.

Insya Allah semoga Allah menjadikan kita semua orang yang Tawakal. Wallahu A'lam...(Ammar Habib/backtojannah.com)

Posting Komentar untuk "Konsep dan Pelajaran Penting dari Tawakal yang Sering Disalah Pahami"