
Pada awal tahun 2020, umat manusia dihadapkan pada masalah global terkait wabah penyakit. Suatu wabah penyakit dari virus yang tak terlihat.
Melihat catatan sejarah Islam, hal ini pernah terjadi pada masa kekhalifahan Umar Bin Khattab.
Kisah tentang wabah penyakit telah diceritakan dalam catatan sejarah Islam, salah satunya buku tentang Khalifah Umar bin Khattab RA karya Syaikh Ali Ash Shalabi.
Pada suatu hari di tahun 18 H, khalifah Umar bin Khattab RA bersama para sahabatnya sedang berjalan dari Madinah menuju ke Negeri Syam. Mereka akhirnya berhenti di daerah perbatasan sebelum memasuki Syam sebab mendengar di negeri tersebut sedang dilanda wabah Tha'un Amwas, suatu penyakit menular, berupa benjolan di seluruh tubuh yang mengakibatkan pendarahan setelah akhirnya pecah.
Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Sang Gubernur Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menemui rombongan sang kholifah. Akhirnya terjadi dialog antar para sahabat, Apakah mereka akan terus masuk ke Syam atau pulang ke Madinah?
Kholifah Umar RA dengan cerdas meminta saran kepada kaum Muhajirin, Anshar, dan orang-orang yang ikut Fathul Makkah. Namun mereka semua berbeda pendapat. Bahkan Abu Ubaidah RA tetap ingin masuk ke Syam, dan berkata mengapa engkau lari dari takdir Allah SWT?
Namun Umar ra menyanggahnya dan balik bertanya, "Jika engkau punya kambing dan ada dua lahan yang subur dan yang kering, ke mana akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke lahan kering itu adalah takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah.
Sesungguhnya dengan kami pulang, kita hanya berpindah dari takdir satu ke takdir yg lain.
Akhirnya perbedaan pendapat itupun berakhir saat Abdurrahman bin Auf RA mengucapkan hadist Rasulullah SAW.
"Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada di dalam daerah (yang terkena wabah) itu, janganlah kalian keluar untuk lari darinya."
(HR. Bukhari & Muslim)
Akhirnya rombongan pun pulang ke Madinah. Kholifah Umar RA merasa berat hati meninggalkan Gubernur Syam, Abu Ubaidah RA, sahabat yang dikaguminya. Lalu beliau pun menulis sebuah surat untuk mengajak sahabatnya itu ke Madinah.
Tapi Abu Ubaidah RA tetap ingin hidup bersama rakyatnya dan mati syahid bersama rakyatnya.
Umar RA pun tak kuasa menahan tangis membaca surat balasan itu.
Dan bertambah sedihlah saat mendengar Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan para sahabat mulia lainnya wafat akibat wabah Tha'un di negeri Syam. Total jumlah korban sekitar 20 ribu orang wafat, hampir separuh penduduk Syam ketika itu.
Wabah tersebut akhirnaya berhenti ketika sahabat nabi lainnya, Amr bin Ash RA memimpin Negeri Syam. Dengan kecerdasan beliau, hasil tadabbur, dan kedekatan dengan alam lah yang mengusir wabah dan menyelamatkan Syam.
Amr bin Ash saat itu berkata: "Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jauhilah dan berpencarlah dengan cara menempati gunung-gunung."
Warga Syam pun menjalankan perintah pemimpinnya, lalu mereka berpencar dan tinggal di gunung-gunung. Akhirnya tak lama kemudian wabah itu berhenti seperti api yang padam karena tidak bisa lagi menemukan bahan bakar.
Belajar dari sejarah, bagaimana orang-orang terbaik itu bersikap. Maka ada ibrah yang bisa diambil.
1. Karantina.
Seperti sabda Rasulullah SAW diatas, maka begitulah konsep karantina yang saat ini kita kenal. Hampir seluruh negara di dunia telah menjalaninya. Mereka mengisolasi diri dari daerah yang terkena wabah.
2. Bersabar.
Rasulullah SAW telah bersabda: "Tha'un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum mukminin."
"Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap di kampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang telah Allah SWT tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid."
(HR. Bukhari dan Ahmad)
Maka bersabarlah dan tanamkanlah keyakinan itu. Jika takdir Allah menyapa kita, berharaplah khusnul khotimah dan mati syahid.
3. Berbaik sangka dan berikhtiar.
Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah Allah SWT menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga yang menurunkan penawarnya."
(HR. Bukhari)
Umar bin Khattab telah berikhtiar menghindarinya dan Amr bin Ash berikhtiar menghapusnya.
4. Banyak berdoa.
Doa keselamatan yang bisa kita lafadzkan tiap pagi dan sore.
"Bismillahilladzi Laa Yadhurruhu Ma'asmihi Syai'un Fil Ardhi Walaa fissamaa'i WahuwasSamiiul'aliim"
(Dengan nama Allah yang segala sesuatu di bumi dan langit tidak berbahaya. Dan Dialah maha mendengar dan maha mengetahui)
"Barang siapa yang membaca dzikir tersebut 3x di pagi dan petang. Maka tiada bahaya yang bisa memudharatkannya."
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
5. Berpencar.
Sebagaimana solusi dari Amr bin Ash untuk berpencar dan menjaga jarak dari kerumunan, keramaian dan tetap tinggal di rumah (social distancing).
Semua solusi sudah lengkap, baik solusi bumi maupun solusi langit.
Solusi pertama, solusi bumi dengan ikhtiar karantina & menjaga diri dari keramaian (social distancing). Adapun solusi langit dengan bersabar, berkeyakinan dan berbaik sangka akan ketetapan Allah SWT.
Semoga kita senantiasa dilindungi Allah SWT dari berbgai wabah penyakit dan virus.
Mari kita sikapi fenomena Pandemi Covid-19 ini secara rasional dan terukur, tidak abai tapi juga tidak lebay.
Posting Komentar